Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Hitung Mundur Lima Belas Hari Menuju Ramadan, Saatnya Mengazam Perbaikan Diri

Agama | Thursday, 17 Mar 2022, 23:18 WIB

Cukup menarik bahasan Ustaz Aba Abror Al Muqoddam (Dai Muda lulusan Universitas Al Azhar Kairo) dalam acara Republika Ngaji, Kamis, 17 Maret 2022, 20.00 WIB. Ia mengibaratkan bulan Sya’ban ini sebagai try out sebelum menuju bulan suci Ramadan. Bulan Sya’ban sebagai bulan latihan ibadah dan pengendalian diri agar pada bulan Ramadan kita sudah terbiasa melaksanakan aktifitas ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya.

Jika kita melihat kalender, kurang lebih lima belas hari lagi kita akan menuju bulan suci Ramadan. Kiranya sudah saatnya kita benar-benar mempersiapkan diri untuk memasuki bulan suci dan mengazam diri untuk melaksanakan ibadah di dalamnya sebaik mungkin. Kita berharap malam nisfu sya’ban yang telah kita lewati menjadi motivasi kuat untuk meningkatkan kualitas ibadah pada bulan Ramadan yang sebentar lagi akan kita jalani.

Kita harus benar-benar mempersiapkan diri dengan baik terutama persiapan keimanan kita untuk menghadapi ujian selama melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Kita tak boleh lagi mengulangi kesalahan pelaksanaan ibadah puasa yang pernah dilakukan pada tahun sebelumnya. Kita harus bertekad meningkatkan kualitas segala peribadahan kita lebih baik daripada Ramadan tahun lalu.

Jujur harus diakui, kebanyakan dari kita masih banyak mempersiapkan aksesoris Ramadan yang bersifat lahiriah daripada mempersiapkan “aksesoris batiniah” agar siap menghadapi segala ujian ketika melaksanakan ibadah selama bulan Ramadan. Harus jujur pula diakui, meskipun tidak ada hubungan linier antara ibadah puasa Ramadan dengan lari maraton, namun jika melihat realita, pada umumnya orang-orang yang akan melaksanakan ibadah puasa Ramadan seperti orang yang mengikuti lomba lari maraton.

Ketika ada perlombaan lari maraton, banyak orang yang semangat mengikutinya. Tak sedikit peserta yang sengaja membeli berbagai aksesoris olah raga lari, mulai dari sepatu, kaos, dan aksesoris lainnya. Harapannya dengan memakai aksesoris tersebut, mereka akan semangat mengikuti lomba lari maraton sampai ke garis akhir. Namun sayang sekali, dari sekian banyak peserta hanya sedikit orang yang mengetahui dan memahami teknik berlari maraton.

Bagi orang yang mengetahui dan memahami teknik lari maraton, ia akan mengatur strategi. Ia menyadari lari maraton merupakan lomba lari jarak jauh. Pernafasan dan tenaga harus benar-benar diatur sejak start. Ia tidak akan berlari cepat laksana pelari jarak pendek. Sementara orang yang tidak mengetahui dan memahami teknik lari maraton, ia akan segera berlari secepat mungkin laksana pelari jarak pendek.

Namun sayang, baru beberapa kilometer berlari, ia tumbang di tengah perjalanan, jangankan mendapatkan piala, sampai ke garis finish pun tidak tercapai. Aksesoris olah raga lari yang dikenakan tidak membantunya mencapai garis akhir.

Seperti itulah kondisi puasa Ramadan kita pada umumnya. Banyak orang yang tidak mengetahui hakikat dari ibadah puasa. Berbagai aksesoris Ramadan seperti baju koko, jilbab yang indah, resep makanan sahur dan berbuka puasa serta berbagai aksesoris lainnya telah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba. Namun sayang, semangat yang membara untuk menghidupkan Ramadan hanya terjadi pada permulaannya saja.

Pada awal Ramadan, masjid-masjid begitu penuh sesak dengan orang-orang yang melaksanakan salat tarawih dan salat berjamaah lainnya. Lantunan tilawah Alqur’an terdengar hampir setiap saat. Orang-orang nampak saleh dan salehah yang disimbolkan dengan baju koko, busana muslim, ringtone lagu-lagu Islami dan aksesoris lainnya yang bernuansa religius. Namun sayang, kebiasaan baik tersebut tidak bertahan sampai akhir Ramadan. Banyak orang yang tumbang di tengah perjalanan.

Satu pekan setelah Ramadan bejalan, barisan salat berjamaah tarawih mulai “maju”. Bukan maju kualitas dan kuantitasnya rakaatnya, tetapi shafnya yang semakin “maju” ke depan alias berkurang jumlah jamaahnya. Pada awal-awal Ramadan, masjid penuh sesak dengan jamaah, namun minggu-minggu berikutnya jamaah masjid semakin berkurang.

Pertengahan Ramadan, bahkan sepuluh hari terakhir yang sangat danjurkan oleh Rasulullah saw sebagai waktu utama dalam ibadah Ramadan, banyak ditinggalkan orang. Sebelum masa pandemi Covid-19, sepuluh hari terakhir Ramadan, lebih banyak orang yang “itikaf” di mall dan pusat perbelanjaan berburu diskon harga baju dan sepatu daripada i’tikaf di masjid untuk berburu lailatul qadar dan ampunan Allah.

Ramadan yang suci merupakan saat yang tepat bagi kita untuk “berlari” dan mendekatkan diri kepada Allah swt, siapa tahu Ramadan yang kita laksanakan kali ini merupakan Ramadan terakhir. Aturlah nafas ketika kita “berlari” kepada Allah agar sampai ke garis akhir, yakni meraih ampunan Allah.

Salah satu cara “mengatur nafas dalam berlari” kepada Allah adalah istikamah, konsisten, dan kontinyu dalam melaksanakan ibadah. Rasulullah saw sendiri bersabda, amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang dilaksanakan secara konsisten dan kontinyu, meskipun sedikit. Kita tidak boleh membiarkan Ramadan berlalu begitu saja dan membiarkan semangat ibadah kita tumbang di tengah perjalanan, dan ibadah puasa kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.

“Apabila hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta, apabila ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Apabila hamba-Ku datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku datang kepadanya dengan berlari.” (HR. Bukhari).

Sangatlah arif, apabila kita senantiasa mengazam, membulatkan tekad dalam hati untuk istikamah beribadah selama bulan Ramadan ini, seraya berlindung kepada Allah agar kita dijauhkan dari sifat malas beribadah kepada-Nya. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah puasa kita dengan imanan wahtisaban, sehingga kita menjadi seorang hamba yang mendapat rahmat, rida, dan ampunan-Nya.

Ilustrasi : Poster Ramadan (Sumber Gambar :www.eventscount.com)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image