Selain Perubahan Iklim, Legislator Dorong Bahas Isu Energi di IPU

Isu perubahan iklim dinilai sangat relevan bagi Indonesia.

Kamis , 17 Mar 2022, 19:23 WIB
Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Dyah Roro Esti (kanan) bersama Wakil Ketua BKSAP DPR RI Achmad Hafidz Tohir menjadi narasumber dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022). Diskusi tersebut mengangkat tema Misi DPR RI dalam Inter Parliamentary Union (IPU) Ke-144 di Nusa Dua, Bali pada 20-24 Maret 2022 mendatang.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika
Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Dyah Roro Esti (kanan) bersama Wakil Ketua BKSAP DPR RI Achmad Hafidz Tohir menjadi narasumber dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022). Diskusi tersebut mengangkat tema Misi DPR RI dalam Inter Parliamentary Union (IPU) Ke-144 di Nusa Dua, Bali pada 20-24 Maret 2022 mendatang.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu perubahan iklim jadi tema yang diangkat dalam sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 di Nusa Dua Bali, pada 20-24 Maret 2024 mendatang. Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Dyah Roro Esti, mengatakan isu perubahan iklim dinilai sangat relevan bagi Indonesia.

"Sangat amat besar relevansinya terhadap Cop26 terlebihnya negara Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement di tahun 2016 waktu itu diundang-undangkan melalui undang-undang nomor 16 tahun 2016,  kita sudah ratify dengan goal besar untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen dan juga 41 persen dengan bantuan internasional," kata Dyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Baca Juga

Dyah mengatakan, sebanyak 192 negara telah meratifikasi Paris Agreement. Oleh karena itu, komitmen lintas negara sangat dibutuhkan untuk menekankan ataupun mengurangi emisi karbon secara keseluruhan.

Selain isu perubahan iklim, isu lain yang juga penting untuk dibahas dalam sidang IPU mendatang adalah isu mengenai energi. Dyah mengatakan 30 persen dari total emisi karbon dihasilkan dari sektor energi.

"PR kita banyak sekali, karena ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil ini masih tinggi," ujarnya.

Dyah menambahkan, harus diakui bahwa energi fosil berkontribusi sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Selain itu, energi fosil juga telah menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat amat banyak.

"Maka dengan kita mendorong transisi, kita mengetahui bahwa transisi ini membutuhkan sebuah proses yang cukup panjang, bagaimana kita bertransisi dari yang tadinya mayoritas dari misalnya pembangkit listrik kita berdasarkan energi fosil menjadi momentum tersendiri untuk bisa mendorong utilisasi daripada energi terbarukan," jelasnya.

Politikus muda Partai Golkar itu juga akan berbicara di young parliamentary di IPU. Dalam kesempatan itu dirinya juga akan berbicara soal lingkungan. "Kembali lagi mengenai isu lingkungan, karena lingkungan ini kan bukan hanya energi, tetapi juga bagaimana kita bisa mengurangi kerusakan lingkungan yang tidak jauh terjadi di perhutanan kita, bagaimana kita mengurangi deforestasi dan lain sebagainya ini juga merupakan topik yang patut kita bahas bersama," terangnya.

"Mudah mudahan itu juga bisa merupakan momentum tersendiri bagaimana para pemuda di parlemen bisa menyuarakan di negaranya masing-masing, terkait isu-isu yang mendesak, baik itu berkaitan tentang penanganan Covid-19, tetapi juga climate change yang merupakan isu terkini, tetapi juga dampaknya terhadap masa depan para generasi penerus bangsa," imbuhnya.