Kamis 17 Mar 2022 19:21 WIB

BI Proyeksi The Fed Naikan FFR Hingga Tujuh Kali

BI mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
The Federal Reserve
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
The Federal Reserve

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksi bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve akan menaikan suku bunga acuannya hingga tujuh kali tahun ini. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan proyeksi ini naik dari penilaian BI sebelumnya yang lima kali kenaikan.

"Kami perkirakan kenaikannya hingga tujuh kali, termasuk yang sudah ada, kemungkinan Fed Fund Rate (FFR) terus naik untuk kurun sisa waktu tahun ini," kata Perry dalam konferensi Rapat Dewan Gubernur BI Maret 2022, Kamis (17/3/2022).

Baca Juga

Perry mengatakan, bank sentral Eropa pun telah mulai normalisasi kebijakan moneternya. Perry mengatakan BI menyikapinya dengan respons kebijakan dan kewaspadaan terhadap kenaikan yield SBN.

Kenaikan FFR akan terimplikasi pada kenaikan yield US Treasury yang kini sudah naik dan diproyeksi bisa mencapai 2,3 persen. Kenaikan ini akan berimbas secara alami pada kenaikan yield SBN sesuai mekanisme pasar.

"Kita akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait dengan kenaikan yield SBN ini," katanya.

BI juga mengatakan akan pertahankan suku bunga acuan hingga ada kenaikan inflasi inti. Secara tahunan, inflasi IHK Februari 2022 tercatat 2,06 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,18 persen (yoy).

Perry menambahkan, likuiditas pasar keuangan kini terjaga, khususnya di perbankan. Meski BI telah menaikan Giro Wajib Minimum, kemampuan bank untuk salurkan kredit pembiayaan tidak terganggu.

Kenaikan GWM akan menyerap likuiditas senilai Rp 156 triliun dengan nilai alat likuid per Dana Pihak Ketiga masih longgar di angka 31,5 persen. Nilai tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding masa sebelum pandemi yang sebesar 21 persen.

"Kenaikan GWM ini akan menyerap likuiditas Rp 193 triliun, tapi dengan adanya insentif maka ada pengembalian Rp 37 triliun untuk bank, jadi nett penyerapan likuiditas untuk 2022 berjumlah Rp 156 triliun," katanya.

Perry menambahkan, kemampuan likuiditas ini masih lebih dari cukup untuk mendorong pemulihan dunia usaha melalui penyaluran kredit. BI memproyeksi, pertumbuhan kredit pada 2022 sekitar 6-8 persen.

Hal ini didorong oleh faktor domestik karena meningkatnya permintaan. Dari sisi penawaran kredit, penyaluran kredit baru juga meningkat termasuk pada sektor UMKM yang tumbuh tinggi sebesar 14,32 persen per Februari 2022 (yoy).

Intermediasi perbankan pada Februari 2022 melanjutkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya dengan kredit tumbuh sebesar 6,33 persen (yoy). Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan Januari 2022 tetap tinggi sebesar 25,78 persen, dan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tetap terjaga, yakni 3,10 persen (bruto) dan 0,88 persen (neto).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement