Rabu 16 Mar 2022 17:34 WIB

KNEKS: Sinergi Induk Bank Konvensional dan UUS-nya Perlu Diperkuat

KNKES menilai komitmen pemegang saham dan top manajemen sebagai kunci sukses sinergi

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dukungan induk bank konvensional terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) sangat diperlukan untuk penguatan industri perbankan syariah. Kepala Divisi Perbankan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Yosita Nur Wirdayanti menyampaikan dukungan penuh induk akan sangat berdampak pada pertumbuhan UUS.
Foto: Istimewa
Dukungan induk bank konvensional terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) sangat diperlukan untuk penguatan industri perbankan syariah. Kepala Divisi Perbankan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Yosita Nur Wirdayanti menyampaikan dukungan penuh induk akan sangat berdampak pada pertumbuhan UUS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dukungan induk bank konvensional terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) sangat diperlukan untuk penguatan industri perbankan syariah. Kepala Divisi Perbankan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Yosita Nur Wirdayanti menyampaikan dukungan penuh induk akan sangat berdampak pada pertumbuhan UUS.

"Bisa dilihat dari UUS yang mempunyai Direktur Syariah khusus, seperti CIMB Niaga dan Permata, memiliki share terhadap induk yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata UUS yang lain," katanya pada Republika.co.id, Rabu (15/4).

Baca Juga

Begitu juga dengan UUS Maybank yang juga mempunyai kebijakan sharia first. Meskipun head UUS belum selevel direktur, tapi porsi UUS terhadap induk juga cukup tinggi.

Menurut Yosita, ada beberapa faktor yang menjadi kunci sukses strategi sinergi induk-UUS. Pertama, komitmen pemegang saham dan top manajemen. Komitmen yang kuat dari pemegang saham dan top management akan membantu UUS dalam ekspansi bisnisnya.

Kedua, formalisasi komitmen dalam bentuk corporate policy manual atau kebijakan perusahaan. Sehingga dukungan atas UUS memang resmi merupakan kebijakan perusahaan, tidak bergantung pada personal-personal yang ada di dewan komisaris maupun dewan direksi.

Ketiga, kapabilitas sumber daya manusia. Menurutnya, perlu ada pelatihan yg sistematis dan berkala kepada pegawai-pegawai bank induk, khususnya yang ada di cabang dan tim penjualan yang langsung berinteraksi dengan nasabah.

"Agar mereka mempunyai pengetahuan yang cukup untuk menjelaskan dan memberikan solusi produk dan layanan syariah kepada nasabah," katanya.

Keempat, kapabilitas informasi dan teknologi (IT). Pengembangan IT, termasuk channel digital dan layanan perbankan lainnya dilakukan secara paralel untuk produk dab layanan konvensional dan syariah.

Sehingga nasabah syariah juga dapat menikmati pengembangan fitur, e-channel, maupun jaringan yang dilakukan. Kelima,  Marketing Communication. Perlu ada komunikasi yang kuat ke nasabah dan non-nasabah atas dukungan Induk terhadap UUS.

Ini bisa dalam bentuk pencantuman logo bersama dalam setiap marketing tool, kampanye atas inisiatif sharia first. Maupun program-program marketing yang dapat dinikmati oleh nasabah konvensional dan nasabah syariah, sepanjang tidak melanggar sharia compliance.

Menurutnya, KNEKS sendiri terus mendorong agar industri perbankan syariah melakukan penguatan secara berkelanjutan. Tidak ada target terukur secara khusus dari KNEKS terkait hal ini. 

"Karena kami posisinya sebagai pemberi rekomendasi atau katalisator, untuk target spesifik sekian persen atau sekian triliun untuk UUS belum ada," katanya.

Namun demikian, KNEKS melakukan advokasi agar UUS dapat mengoptimalkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sinergi dengan me-leverage infrastruktur yang dimiliki induk. Dengan harapan pangsa UUS terhadap induk akan terus meningkat.

Khusus terkait spin-off, secara kelembagaan KNEKS telah membuat kajian atas kebijakan kewajiban spin-off. KNEKS mendapatkan kesimpulan bahwa spin-off bukan satu-satunya cara untuk mengembangkan industri perbankan syariah.

"Sebaiknya keputusan untuk spin-off merupakan keputusan berdasarkan corporate action bukan amanat legislasi, namun karena sampai saat ini belum ada revisi atas kewajiban spin-off di UU 21/2008, maka UUS tetap harus bersiap-siap untuk menjalankan amanat undang undang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement