Rabu 16 Mar 2022 12:21 WIB

Polda Kawal Distribusi Minyak Goreng di DIY

Polda sudah mendapatkan data distribusi minyak goreng ke DIY dari Kemendag.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Warga berbelanja kebutuhan sehari-hari di Pasar Ngasem, Yogyakarta, Selasa (15/3/2022). Menurut pedagang harga sembako masih relatif stabil dua pekan jelang Ramadhan. Pedagang mengeluhkan masih langkanya pasokan minyak goreng hingga saat ini.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Warga berbelanja kebutuhan sehari-hari di Pasar Ngasem, Yogyakarta, Selasa (15/3/2022). Menurut pedagang harga sembako masih relatif stabil dua pekan jelang Ramadhan. Pedagang mengeluhkan masih langkanya pasokan minyak goreng hingga saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Polda DIY menyatakan kesiapan melakukan perintah Kapolri untuk mengamankan ketersediaan minyak goreng. Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto mengaku, sudah mendapat data distribusi minyak goreng ke DIY dari Kementerian Perdagangan.

Ia menekankan, data akan selalu diperbarui Satgas Pangan DIY. Pada periode 5-12 Maret 2022, minyak goreng kemasan yang terdistribusi Kota Yogyakarta sebanyak 355.246 liter, Kabupaten Sleman 530.565 liter, Kabupaten Bantul 300.699 liter.

Kemudian, Kabupaten Kulonprogo sebanyak 24.000 liter dan Kabupaten Gunungkidul sebanyak 45.388 liter. Yuliyanto menegaskan, Satgas Pangan DIY akan senantiasa melaksanakan pengawasan distribusi mulai dari tingkat distributor sampai agen.

Potensi pelanggaran minyak goreng yang memungkinkan menjadi tindak pidana yakni penimbunan dan pengalihan tujuan minyak goreng. Pengalihan tujuan itu bisa dalam bentuk mengalihkan wilayah distribusi atau mengalihkan peruntukan minyak goreng.

"Misalnya, minyak goreng yang seharusnya distribusi untuk konsumsi masyarakat tapi dialihkan untuk industri," kata Yuliyanto, Rabu (16/3).

Adapun potensi pidana yang dilanggar merupakan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Serta, Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Pasal 107 berbunyi, pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu. Pada saat terjadi kelangkaan, barang, gejolak harga, dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.

Sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 50 miliar. Selain itu, Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

"Menyebutkan pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang," ujar Yuliyanto.

Bagi yang mengalihkan tujuan distribusi baik tujuan wilayah distribusi ataupun tujuan peruntukan, bisa dikenai pidana seperti dalam Pasal 108 UU Nomor 7 Tahun 2014. Ini terkait pelaku usaha yang melakukan manipulasi data atau informasi.

"Data atau informasi persediaan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana penjara paling lama empat tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar," kata Yuliyanto. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement