Rabu 16 Mar 2022 04:11 WIB

Pakar: Pemekaran Papua Tetap Butuh Daerah Persiapan

Rencana pemekaran Papua saat ini juga masih pro kontra.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Pemekaran Papua Tetap Butuh Daerah Persiapan. Foto: Djohermansyah Djohan
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Pemekaran Papua Tetap Butuh Daerah Persiapan. Foto: Djohermansyah Djohan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pakar Otonomi Daerah yang juga Pendiri Institute Otonomi Daerah (i-OTDA) Prof Djohermansyah Djohan menilai tetap perlunya daerah persiapan dalam rencana pemekaran Papua. Sebab, pemerintah memberi kekhususan bagi pemekaran Papua tanpa melalui daerah persiapan dan tak harus memenuhi syarat dasar maupun administratif.

Itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua yang merupakan turunan Undang-undang Otonomi Khusus Papua. Aturan ini berbeda dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana syarat menjadi daerah otonomi baru harus melalui daerah persiapan.

Baca Juga

Selain itu, rencana pemekaran Papua saat ini juga masih mendapat pertentangan dari sejumlah elemen masyarakat di Papua.

"Ya kan ada pro kontra, jadi makanya menurut saya lebih baik tetap ada daerah persiapan, jadi kalau gagal dan nggak berhasil atau tidak perform akan menjadi daerah biasa gabung lagi dengan provinsi induk," ujar Djohermansyah saat dihubungi pada Selasa (15/3).

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu menjelaskan, tujuan dibuatnya daerah persiapan adalah untuk mengevaluasi apakah daerah tersebut sudah siap menjadi daerah otonomi baru (DOB). Sehingga dalam evaluasi layak menjadi DOB, maka statusnya ditetapkan dengan Undang-undang. Sebaliknya, jika dinilai tidak berhasil, maka akan digabung dengan provinsi sebelumnya.

Djohermansyah mengatakan, alasan ini dilatarbelakangi banyaknya DOB dinilai gagal usai dimekarkan. Karena itu, ia menilai daerah persiapan ini perlu diberlakukan juga untuk rencana pemekaran Papua.

"Jadi bukannya langsung dikukuhkan, jadi daerah otonomi baru jadi waktu tiga tahun itu untuk evaluasi menjadi provinsi administratif, ada waktu untuk dia menjalani, pusat juga membantu dia memperkuat, kalau nggak berhasil misalkan okelah Papua ditambah tiga tahun lagi," kata Djohermansyah.

Djohermansyah pun menyoroti alasan pemerintah yang tidak menetapkan daerah persiapan dalam pemekaran Papua. Sebab, banyak daerah yang dinilai lebih siap dimekarkan saja, membutuhkan daerah persiapan. Sedangkan, Papua justru tanpa melalui persiapan.

Ia pun menilai rencana pemekaran Papua bukan karena karena pertimbangan teknis, tetapi justru lebih ke politis. Karena itu, ia mengingatkan banyak DOB yang dibentuk karena alasan politik, dinilai gagal membangun daerahnya secara mandiri.

"Yang karena politis, bukan karena teknis pemerintahan yang baik atau layak dimekarkan, akhirnya banyak daerah otonom di Indonesia ini gagal, ada evaluasi, dagri maupun, jadi mayoritas DOB Indonesia gagal," katanya.

"Maka harus lewat daerah persiapan, makanya saya juga kaget tiba-tiba Papua nggak pakai daerah persiapan, nah itu pertimbangan ssaya kira kuat sekali faktor politis ketimbang faktor administrasi pemerintahannya yang baik," katanya.

Sementara itu, Djohermansyah juga mengungkap ada tiga kriteria bagi daerah layak untuk dimekarkan yakni jumlah penduduk, luas wilayah dan juga potensi ekonomi dari daerah tersebut. Untuk Papua sendiri, jumlah penduduk belum kategori, sedangkan luas wilayah sudah memenuhi.

Sementara untuk potensi ekonomi di Papua sudah memadai tetapi tidak secara otomatis bisa langsung mendapatkan dana yang besar. Terlebih, untuk Papua terdapat dana otonomi khusus yang diambil dari dua persen dana alokasi umum (DAU) nasional.

"Jadi diliat ketiga indikator itu suatu pemerintah daerah yang baik, belum lagi soal sumber daya birokrasi yang akan mengelola itu, apakah sudah tersedia sumber daya birokrasi SDM ASN yang bisa mengelola dengan baik dan profesional," katanya.

"Sementara kalau dari studi-studi, membuat tata kelola government di Papua termasuk yang lemah di Indonesia, tata kelolanya, masih belum cukup andal kalau mau jadi birokrasi yang profesional," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement