Selasa 15 Mar 2022 18:36 WIB

Menelusuri Rute Mengingat Penembakan Masjid Christchurch

51 Muslim gugur dalam pembantaian di dua masjid Christchurch tiga tahun lalu.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Penyintas peristiwa penembakan Masjid Al Noor, Temel Atacocugu, bersujud usai menyelesaikan perjalanan selama dua minggu dari Dunedin ke Christchurch, Selasa (15/3/2022).
Foto: George Heard/New Zealand Herald via AP
Penyintas peristiwa penembakan Masjid Al Noor, Temel Atacocugu, bersujud usai menyelesaikan perjalanan selama dua minggu dari Dunedin ke Christchurch, Selasa (15/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Luka-luka akibat tembakan sembilan kali menjadi pengingat bagi Temel Atacocugu untuk menyelesaikan perjalanan selama dua minggu dengan berjalan kaki dan bersepeda. Upaya itu menjadi caranya memperbaiki peristiwa yang telah membunuh 51 Muslim yang gugur akibat pembataian di dua masjid Christchurch tiga tahun lalu.

Atacocugu melakukan penelusuran kembali perjalanan 360 kilometer dari seorang pria bersenjata yang berasal dari Dunedin ke dua masjid Christchurch. "Saya ingin memperbaiki kerusakan ini. Karena tiga tahun lalu, dia memulai perjalanan itu dengan kebencian," ujarnya.

Baca Juga

Pria berusia 47 tahun itu mengatakan ingin mendoakan rute tersebut dan mengumpulkan uang untuk amal di sepanjang jalan. Meski dalam perjalanan tidak selalu berjalan dengan lancar.

Atacocugu mengalami lecet parah setelah cuaca berubah dari panas di suatu hari menjadi hujan di hari berikutnya usai menempuh sekitar setengah perjalanan. Dia juga mengalami keracunan darah yang misterius dan akhirnya menghabiskan beberapa hari di rumah sakit setempat. Kondisi ini yang membuat rencana awalnya untuk menempuh dengan jalan kaki berganti menggunakan sepeda.

"Poin terbaiknya adalah bertemu banyak orang baik dan mendapatkan dukungan besar dari mereka. Titik terendahnya adalah berada di ruang gawat darurat. Namun saya tidak akan menyerah. Saya langsung naik sepeda setelah keluar," ujar Atacocugu.

Memanfaatkan laju sepeda membantu Atacocugu menebus waktu yang hilang. Pada Selasa (15/3/2022), dia bergabung dengan sekitar 50 pendukung sekitar saat berjalan di jalan menuju salah satu tempat penembakan, masjid Al Noor. Dia tepat menginjakan kaki pukul 13.40 yang merupakan waktu yang tepat saat dirinya tertembak saat shalat Jumat pada 2019.

"Saya berpidato, itu sangat emosional. Saya sangat senang. Sangat melegakan untuk menyelesaikan misi saya," kata Atacocugu.

Selama serangan itu, Atacocugu ditembak di mulut, lengan kiri, dan kedua kaki. Dia mengatakan bahwa sering merasakan sakit dari luka-luka itu selama berjalan dan bersepeda. Dia berencana untuk memulihkan diri dengan tidur nyenyak, mungkin ditambah dengan sauna dan spa.

Sebuah halaman donasi daring menunjukkan bahwa pada Selasa, Atacocugu telah mengumpulkan sekitar 64.000 dolar Selandia Baru untuk tiga badan amal untuk anak-anak. "Semua warga Selandia Baru adalah satu. Teroris itu nihil," ujarnya.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan kepada anggota parlemen bahwa setelah serangan itu, komunitas Muslim telah menunjukkan keberanian, persatuan, dan tekad. "15 Maret adalah tanggal dalam sejarah kolektif nasional kita di mana kita belajar tentang yang paling buruk dan paling baik dari kemanusiaan," katanya.

Sosok supremasi kulit putih asal Australia Brenton Tarrant pada 2020 mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme setelah melakukan serangan. Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement