Selasa 15 Mar 2022 16:01 WIB

OJK NTT Catat Realisasi Kredit Capai Rp 3,8 Triliun

Program restrukturisasi masih terus diberlakukan hingga 2023.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung OJK, Wisma Mulia, Jakarta, Ahad (16/1/2022). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat nilai restrukturisasi kredit senilai Rp 3,8 triliun.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung OJK, Wisma Mulia, Jakarta, Ahad (16/1/2022). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat nilai restrukturisasi kredit senilai Rp 3,8 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat nilai restrukturisasi kredit selama masa pandemi Covid-19 yang direalisasikan Lembaga Jasa Keuangan di provinsi itu mencapai sebesar Rp 3,8 triliun.

"Restrukturisasi kredit terbanyak dari lembaga perbankan sebesar Rp 3,8 triliun, sedangkan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Rp 230 miliar," kata Kepala OJK NTT Robert Sianipar di Kupang, Selasa (15/3/2022).

Baca Juga

Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan realisasi kebijakan restrukturisasi kredit Lembaga Jasa Keuangan di NTT yang tercatat hingga Januari 2022. Ia menjelaskan nilai restrukturisasi kredit yang terealisasikan sebesar Rp 3,8 triliun secara porsi setara dengan 8,24 persen dari total outstanding kredit di NTT yang tercatat sudah mencapai Rp 46,7 triliun per Desember 2021.

Robert mengatakan program restrukturisasi atau keringan kredit bagi para debitur masih terus diberlakukan hingga 2023. Ia mengatakan dari sisi manfaat, restrukturisasi ini memberikan manfaat dari sisi debitur agar bisa lancar menata usahanya sehingga mampu membayar kewajiban kreditnya.

Sebaliknya, kata dia dari sisi Lembaga Jasa Keuangan, dengan restrukturisasi ini maka membuat penyaluran kredit tetap berjalan lancar sehingga tidak perlu membuat pencadangan dana. "Karena kalau membuat pencadangan dana maka bisa mengganggu posisi permodalan lembaga jasa keuangan. Jadi kebijakan restrukturisasi ini menguntungkan dua sisi," katanya.

Robert mengatakan tren restrukturisasi di NTT menunjukkan kecenderungan menurun, namun lembaga jasa keuangan diimbau agar tetap selektif sehingga ketika kebijakan ini dicabut maka tersisa debitur yang berkualitas. "Artinya tersisa debitur yang benar-benar mampu, bisa melewati krisis dan usahanya mampu bertahan untuk selanjutnya bisa berkembang," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement