Senin 14 Mar 2022 23:38 WIB

Kelangkaan Solar di Sulsel Rugikan Nelayan

Hampir semua nelayan mengalami kesulitan mencari bahan bakar solar.

Nelayan mengangkut ikan hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (ilustrasi)
Foto: Antara/Arnas Padda
Nelayan mengangkut ikan hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di sejumlah wilayah Sulawesi Selatan merugikan para nelayan karena tidak bisa pergi melaut mencari ikan. "Susah dapat solar di SPBU, kalaupun ada sudah ada jatahnya orang. Terpaksa beli di SPBU pakai jerigen, itu pun kalau dapat harus antre," beber Rahmat, salah seorang nelayan di Makassar, Senin (14/3/2022).

Menurut dia, hampir semua nelayan mengalami hal serupa, harus berjuang mencari BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk bisa menghidupkan mesin kapalnya mencari ikan. Ditambah lagi kondisi cuaca buruk belakangan ini. 

Baca Juga

Di tempat terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Sulsel, Chairil Anwar saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Sulsel mengungkapkan hal yang sama yakni adanya keterbatasan nelayan memperoleh BBM subsidi. "Aktivitas nelayan tentu sangat terganggu karena kesulitan bahan bakar. Cara ilegal saja susah apalagi legal. Laporan yang masuk bahkan ada dijual antara Rp 10 ribu hingga 20 ribu per liter. Padahal harga solar subsidi Rp 4.150 per liter," katanya.

Kendati ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang perlindungan bagi nelayan, namun fakta di lapangan tidak sesuai implementasi. Keterbatasan solar tersebut sangat dirasakan nelayan saat ini, hingga turut memengaruhi hasil tangkapan mereka.

Hal senada disampaikan, Ketua HNSI Kota Makassar, HM Arsyad H Bua. Keterbatasan BBM sangat berdampak bagi nelayan karena tidak bisa beraktivitas mencari ikan. Di sisi lain harus ada penghasilan yang diperoleh untuk menyambung hidup. "Data kapal nelayan kecil di Makasar itu 1.000 perahu Katinting (kapal kecil) menggunakan BBM bersubsidi belum kapal lain. Tapi kini sulit didapat. Yang ada hanya BBM non subsidi. Kita berharap pemerintah segera menyelesaikan masalah ini," tuturnya.

Sementara itu Penanggungjawab Pelabuhan Perikanan Untia, Iswadi Rachmat dalam RDP menjelaskan untuk jatah BBM subsidi telah diatur dalam Peraturan BPH Migas nomor 17 tahun 2019, termasuk alokasi ke tiap SPBN. Pembelian BBM subsidi bagi nelayan juga sudah diatur melalui surat rekomendasi. 

Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Pemerintah Provinsi Sulsel, Andi Mei Agung pada kesempatan itu menuturkan, sudah ada 18 SPBE yang dibangun. Hanya saja khusus di wilayah Kepulauan Selayar dan Pangkep belum ada pelayanan SPBN di pulau. Pihaknya pun sudah berkoordinasi dengan Pertamina apakah nanti memungkinkan dibangun SPBE di pulau, mengingat ada 15 ribuan nelayan mengunakan bahan bakar. 

Di Pangkep tercatat ada 111 pulau dan Selayar 132 pulau, 90 persen nelayan di pulau membutuhkan BBM bersubsidi. "Untuk mendirikan SPBN mesti mengajukan ke dinas (DKP) begitupula pemberian jatah dari dinas. Semua nelayan kita akan fasilitasi termasuk pembanguan SPBN yang diusulkan untuk mendapatkan kouta. Memang mobilitas nelayan tinggi. Kendalanya, keterbatasan BBM, serta air bersih selalu menjadi persoalan klasik," ujarnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement