Sabtu 12 Mar 2022 14:42 WIB

Guru, Menulislah Agar tak Hilang dari Sejarah

Sejatinya menulis itu bisa dipelajari

Guru SDN Jugosari 03 Eri Eliyawati dan Lilik Kusnilawati disambut sejumlah murid di pinggir Sungai Regoyo, Desa Jugosari, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur.
Foto: ANTARA FOTO/SENO
Guru SDN Jugosari 03 Eri Eliyawati dan Lilik Kusnilawati disambut sejumlah murid di pinggir Sungai Regoyo, Desa Jugosari, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur.

Oleh : Sariningsih (Manajer Penerbit Leguty Media)

 

 

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

                                                                        Pramudya Ananta Toer 

 

REPUBLIKA.CO.ID,Ini adalah kutipan dari seorang Pramudya Ananta Toer. Ia adalah sastrawan terkemuka Indonesia. Karya-karyanya bukan hanya diakui di Indonesia, namun di berbagai Negara. Karya sastra Pramoedya Ananta Toer bahkan telah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa dari seluruh dunia. Bukunya telah banyak dijadikan referensi bacaan di sekolah maupun kampus.

Dari kutipannya kita banyak belajar bahwa orang yang mempunyai pendidikan tinggi, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah apabila ia tidak menulis. Dengan menulis orang akan dikenal dalam keabadian tentang kecerdasan dan pengetahuannya. Apalagi kalau seorang berani menulis buku. Itu adalah suatu kebangaan dan kebahagiaan.

Sebagai seorang penulis dan pendidik, saya ingin mengkampanyekan betapa pentingnya menulis buku, terutama untuk guru yang menjadi pencerdas bangsa. Guru harus bersemangat untuk membukukan pengetahuan yang diperolehnya selama belajar dan mengajar. Dengan menulis guru akan dikenang dan tidak hilang oleh sejarah.

Sejatinya menulis itu bisa dipelajari. Keterampilan dan kemampuan menulis itu bisa dilatih dengan cara membaca materi tentang kepenulisan. Banyak membaca buku dengan tema yang persis seperti buku yang akan kita tulis. Percayalah menulis buku itu lebih mudah dari pada menulis skipsi. Artinya seorang guru itu sudah pernah menulis. Jadi alasan tak berbakat menulis tidak bisa dibenarkan. 

Misalnya, seorang guru TK menulis tentang dongeng untuk dibacakan kepada siswanya, tentu akan berbeda ketika buku yang dibacakan adalah karya penulis lainnya. Siswa akan terkesan, bahkan mungkin terinspirasi lebih dalam lagi karena ada kedekatan dengan penulisnya langsung.

Atau seorang guru SD yang membuat cerpen untuk membangkitkan semangat literasi anak. Dari cerpen itu, siswanya diminta untuk menjadikannya bahan dongeng kemudian diuploud di youtube. Wah ini sangat menarik, karena siswa dapat berkolaborasi dengan gurunya dalam meningkatkan minat literasi dan budaya membaca. Anak juga tidak menjadi bosan dengan kegiatannya. Semua guru bisa berkarya sesuai bidang dan passionnya. 

Saya masih ingat ketika menerbitkan buku Sehangat Matahari Pagi, buku yang ditulis dari pengalaman seorang guru selama mengajar. Buku ini dapat memberikan suntikan motivasi untuk pengajar yang baru saja menjadi guru. Di dalamnya tertulis berbagai kisah inspiratif yang bisa diambil hikmahnya. 

Dari buku itu saya belajar bahwa memang benar setiap guru itu mempunyai potensi untuk menjadi penulis. Karena guru kaya akan pengalaman dalam dunia pendidikan yang bisa menjadi jalan untuk menginspirasi banyak orang.

Manfaat menulis buku untuk guru:

Pertama dengan menulis buku, seorang guru dapat mengasah kecerdasan logika dan bahasa. Dengan menulis akan terlihat bagaimana kemampuan berbahasa dan logika dari penulis. 

Kedua, ketika guru menulis maka sejatinya ia sedang memberikan contoh kepada anak didiknya untuk mencintai literasi. Anak-anak bisa diajak untuk membaca karya tersebut dan mereview buku bersama-sama. 

Ketiga, dengan menulis, pengetahuannya akan abadi, buah pemikirannya akan bisa dibaca terus-menerus sebagai bahan kajian atau referensi bacaan.

Keempat, dengan menulis buku akan meningkatkan softskill guru, bisa jadi karena buku yang ditulisnya, ia akan diundang untuk mengisi pelatihan menulis, diminta untuk menjadi juri. 

Sebagai penulis, saya sangat mendukung setiap guru untuk dapat membuat bukunya. Bahkan beberapa kali saya mengajak berkolaborasi untuk bisa menulis buku. Jangan takut untuk berkarya, perbanyak informasi tentang berbagai ilmu. Jalan untuk bisa menerbitkan buku dapat dimulai dari niat tulus berbagi ilmu pada masyarakat. 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement