Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Risa Deninta Irawan

[CERPEN] Bukan Salah Bajumu

Sastra | Thursday, 10 Mar 2022, 16:38 WIB
Gambar: Risa. D. I

“San, pake baju yang bener dong! Kamu kan perempuan”

---

Pagi ini, ibu ku telepon. Beliau senang sekali tahu anak perempuannya mengubah penampilan jadi lebih tertutup, ya pakai hijab. Apalagi aku yang tinggal jauh dari orang tua karena kuliah, jadi ia pikir ini salah satu bentuk menjaga diri.

Awal perkuliahan aku jalani dengan penuh kekhawatiran. Bukan kekhawatiran soal penampilan ku yang berubah, tapi aku tahu kondisi ekonomi keluarga ku yang sebenarnya kurang berkecukupan.

Saat aku beritahu ibu kalau aku diterima di universitas negeri, beliau langsung memberikan pelukan hangat dan mengucap syukur yang tiada ada henti-hentinya. Meskipun jauh dan harus mengeluarkan biaya yang besar, tapi ibu tetap memberi semangat dan support untuk lanjut ke perguruan tinggi.

“San, udah siap?” kata Rike yang baru saja selesai dengan pakaiannya.

Aku dan Rike berteman sejak awal pendaftaran kuliah. Kami memutuskan tinggal bersama di sebuah kost murah yang letaknya tidak jauh dari kampus. Kami tinggal bersama pun supaya bayar sewa kost jadi lebih murah karena bisa patungan, ya namanya juga anak rantau.

“Udah nih, jam masuk masih lama kok. Kamu sarapan dulu ya, tadi aku buatin telur ceplok tuh” kataku sambil menunjuk sebuah piring.

Begitulah aku dan Rike. Meski baru awal perkuliahan tapi kami sudah banyak merasakan hal manis dan pahit. Rike, meskipun seringkali bawel mengkritik caraku berpakaian, tapi kalau soal perhatian jangan ditanya.

Pernah ketika malam hari aku tiba-tiba panas tinggi, ia dengan sigap mengantarku ke klinik untuk berobat. Padahal saat itu aku sedang kekurangan uang, tapi dengan baik hatinya Rike menebus obat untukku dengan uangnya sendiri.

“Oksss, thanks. Oh ya, semalem aku dapet info, San. Ada lowongan nyamnyamnyam”

“Makan dulu sih baru ngomong” protes ku sambil membaca buku materi kuliah hari ini.

Gleg... gleg

“Ah Alhamdulillah kenyang. Itu, San, lowongan magang” Rike pun merapikan piring bekas makannya.

“Oh, magang di mana?” mataku masih tertuju ke buku materi.

“Koperasi Mitratama, lagi buka magang buat mahasiswa kampus kita. Coba aja siapa tau kamu keterima”

“Cara daftarnya gimana? kamu emang gak mau coba juga?”

“Nanti pulang kampus langsung aja ke tempatnya. Aku mah lagi pengen fokus belajar dulu. Entar aja cobain magangnya. Yuk berangkat!” Rike menggendong tasnya sambil memegang sebuah buku di tangannya.

---

Biasanya sesudah mata kuliah berakhir, aku dan Rike langsung pulang ke kost, jarang sekali kita berdua ikut ngobrol bareng teman yang lain. Namun hari ini cukup beda, Rike dengan semangatnya memberi support aku untuk melamar di koperasi yang tadi pagi ia infokan.

“Aku antar kesana ya, San” Rike sumringah sambil memegang lengan tangan ku.

Aku terdiam sambil menatap lorong kampus. Bukan soal gaji yang ada di pikiran ku tapi bagaimana nanti aku bisa membagi waktu dengan tugas kuliah. Aku takut kalau memaksakan kondisi yang ada berpengaruh ke kesehatan ku. Aku juga takut nilai ku akan menurun kalau membagi fokus dengan magang ini.

“Kok diem sih?” Rike menatapku.

“Bisa gak ya nantinya...”

“Apa? cuma 3 bulan kok, San. Lagian aku pasti bantu tugas kuliah kamu kalau ada kesulitan” Rike memotong omongan ku.

Akhirnya aku beranikan diri juga untuk melamar magang. Aku minta Rike untuk langsung pulang ke kost karena tidak mau semakin merepotkan dia.

---

Sesampainya di Koperasi Mitratama, pandangan ku langsung tertuju ke sosok pria tampan yang juga sedang menatapku. Kalau dilihat, pria ini berumur sekitar 29-30 tahun dengan tinggi kurang lebih 170 cm. Pakaiannya juga rapi, benar-benar menunjukan jiwa eksekutif muda.

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, mbak?” Tanya pria itu membuyarkan lamunan sambil berjalan ke arahku.

“Selamat siang, pak. Saya dapat info kalau di Koperasi Mitratama sedang buka lowongan magang. Apa saya boleh tau persyaratannya apa saja?” Tanya ku sedikit menunduk.

“Oh boleh, mari duduk dulu” ia mempersilahkan ku duduk di ruangan yang aku asumsikan adalah ruang kerja pribadinya.

“Kamu mahasiswa dari kampus sebelah?” tanyanya sambil memberiku segelas air putih.

Aku hanya balas dengan anggukan kecil karena merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapannya. Sesekali aku alihkan pandangan ku ke sudut ruangan untuk meredakan rasa aneh ini.

“Karena ini cuma magang dan kerjanya juga gak sulit jadi gak ada persyaratan wajib kok. Oh ya, saya Ardian” ia memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya ke arahku.

“Saya Sandra” aku pun juga ikut mengulurkan tangan.

Semakin tidak nyaman rasanya. Sehabis berjabat tangan, pak Ardian menatap ku lebih aneh. Aku sambil menunduk kebawah dan memperhatikan lagi cara berpakaian ku. Aku rasa sudah cukup tertutup dan tidak ada yang aneh atau terbuka. Pun kalau sedari tadi pakaian ku tidak beres, Rike yang pasti akan mengkritik terlebih dahulu.

“Sandra, kamu punya pacar?”

Degg

Aku semakin takut dengan pertanyaan anehnya. Rasanya ingin cepat pergi dari ruangan ini namun aku juga tidak mau membuat Rike sedih karena keburu menyerah.

Aku hanya menggeleng dan menunduk ke bawah. Situasi semakin menegang saat pak Ardian mulai duduk di samping ku. Raut wajahku pun terlihat seperti orang takut, tapi pria yang aku lihat awalnya tampan ini malah berusaha lebih mendekat.

“Oh ya, bagus dong. Jadi kamu bisa fokus kuliah sambil kerja” pak Ardian tersenyum melihat ku.

Senyuman kecil yang bisa aku lontarkan untuk menimpali perkataannya. Di lain sisi aku menyalahkan diri sendiri, kenapa tidak aku iyakan saja tawaran Rike yang mau mengantarku ke tempat menyeramkan ini.

“San ”

“Pak, maaf jadi bagaimana alurnya saya bisa magang di koperasi ini?” aku sudah tidak peduli jika dianggap tidak sopan memotong pembicaraan orang lain.

Pak Ardian mengenyirkan dahinya.

“Buru-buru banget, San. Kamu minum aja dulu biar gak tegang” ia menyodorkan segelas air putih yang ia berikan tadi untukku.

Aku raih gelas itu tapi hanya pura-pura meminum airnya untuk mencairkan suasana. Rasanya juga tidak berani dan tidak percaya kalau air minum yang disediakan itu tidak ada kandungan berbahaya.

Ternyata aktingku berhasil, pak Ardian tidak sadar kalau aku pura-pura meminum air itu. Sekarang tangan ku terasa basah karena sedari tadi aku terus mengepal tangan ku untuk meredakan rasa takut.

“Mulai kerja sekarang juga bisa” pak Ardian menyentuh tangan ku.

Rike Rike aku cuma bisa panggil nama kamu di dalam hati, aku benar-benar merasa takut. Padahal waktu pertama kali melihat sosoknya tidak sama sekali mencerminkan laki-laki hidung belang.

“Tapi ” pak Ardian bicara semakin dekat dengan wajah ku.

Tiba-tiba laki-laki hidung belang ini merangkul dan mencium pipi ku. Aku yang kaget langsung mendorongnya supaya menjauh dan dengan cepat aku berlari ke luar ruangan.

Semakin cepat aku berlari sampai tidak memperdulikan orang-orang yang berada di dekat koperasi, mereka melihatku aneh seperti melihat maling habis mencuri uang lalu ketahuan pemiliknya.

Aku langsung menuju kost karena tidak kuat dengan kejadian yang baru saja aku alami.

“Rike!!!!!!!!” tangisku pecah saat baru saja tiba.

Rike yang menyadari ku menangis langsung memelukku.

“Kamu kenapa, San? Cerita kenapa?” Rike mencoba menenangkan ku.

“Gak, aku gak mau kayak gini!!” dengan frustasinya aku buka paksa hijab yang sedari tadi menutup kepala ku.

“Sandra!” Rike semakin memelukku erat, ia juga ikut merasa takut.

“Percuma aku tutup diri kalau aku masih dapet pelecehan, Rik” kali ini aku menjambak rambut ku sendiri.

Seperti orang yang kehilangan jati diri. Aku merasa apa yang sudah aku putuskan dengan matang runtuh seketika. Aku percaya dengan pakaian tertutup ini aku bisa terhindar dari hal-hal pelecehan, dan sebagainya. Namun semuanya salah, justru dengan pakaian ini aku malah merasakan hal menjijikan itu.

“San... San liat aku!” Rike mencoba menyadarkan aku dari tangisan frustasi ini.

“Ini bukan salah kamu, bukan juga salah pakaian kamu. Apa yang kamu niatkan dan lakukan udah benar untuk menutup diri. San, kita gak bisa ubah pikiran jorok orang lain, tapi kita bisa ”

“Gak, aku udah capek dengernya” kali ini aku yang memeluk Rike dengan erat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image