Kamis 10 Mar 2022 19:06 WIB

Sri Mulyani: Pelebaran Defisit Wajar Asal Yakin Ekonomi Pulih Kembali

Tahun 2020 defisit APBN dilebarkan hingga 6,1 persen dari PDB.

Defisit APBN
Foto: Tim infografis Republika
Defisit APBN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan terkadang pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan hal yang wajar, asalkan pemerintahan meyakini ekonomi bisa pulih kembali."Tidak apa-apa, karena kami yakin bisa bayar kembali. Itu yang disebut countercyclical," ungkap Sri Mulyani dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Jawa Tengah yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (10/3/2022).

Dengan melebarkan defisit di tengah situasi sulit, belanja negara akan ditingkatkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha, sehingga saat ekonomi pulih, masyarakat dan dunia usaha yang telah diberikan bantuan bisa kembali membayar pajak yang akan menambah penerimaan negara.

Baca Juga

Menkeu menuturkan hal tersebut telah terjadi di Indonesia selama Covid-19, di mana pada tahun 2020 defisit APBN dilebarkan hingga 6,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau Rp 947 triliun karena penerimaan negara turun 16 persen, sementara belanja negara naik 12 persen. 

Namun pada tahun 2021 seiring pulihnya ekonomi domestik, pendapatan negara berhasil tumbuh 21 persen dan pengeluaran negara ditahan hanya tumbuh 7,4 persen. Sehingga defisit anggaran menurun menjadi 4,65 persen PDB atau Rp 783 triliun.

"Di tahun 2021 kemarin, penerimaan pajak berhasil melewati target setelah 12 tahun lamanya yaitu 103,9 persen. Itu karena pemulihan ekonomi terjadi, serta sebagai akibat dari reformasi pajak dan perpajakan yang dilakukan. Kami akan terus lakukan itu," ucapnya.

Dengan perbaikan tersebut, kata dia, pada tahun 2022 konsolidasi fiskal pun sudah bisa mulai dilakukan dengan penurunan kembali defisit yang ditargetkan sebesar 4,85 persen PDB. Dalam jangka menengah, APBN akan semakin disehatkan sehingga defisit akan kembali ke level tiga persen di tahun 2023.

"Tak hanya karena pemulihan ekonomi, tetapi kami harus menata kembali perpajakan kita karena sudah banyak yang berubah di dunia ini, terutama karena digitalisasi," tutur Sri Mulyani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement