Rabu 09 Mar 2022 19:34 WIB

Kesal Minyak Goreng Masih Langka, Kadisperindag Jabar: Tak Ada Perkembangan Lebih Baik

Konsumen masih kesulitan mencari minyak goreng.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah warga mengantre membeli minyak goreng saat operasi pasar di Asia Plaza, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (25/2/2022). Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Wilmar Group menggelar operasi pasar minyak goreng kemasan premium sebanyak 6.000 liter dengan ketentuan pembelian maksimal satu kemasan berisi dua liter seharga Rp28 ribu bagi tiap pembeli.
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Sejumlah warga mengantre membeli minyak goreng saat operasi pasar di Asia Plaza, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (25/2/2022). Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Wilmar Group menggelar operasi pasar minyak goreng kemasan premium sebanyak 6.000 liter dengan ketentuan pembelian maksimal satu kemasan berisi dua liter seharga Rp28 ribu bagi tiap pembeli.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sudah hampir satu bulan,  operasi pasar minyak goreng digelar di sejumlah pasar tradisional dan ritel modern. Namun, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat melihat hingga saat ini harga dan suplai minyak goreng masih jadi persoalan di lapangan.

Menurut Kadisperindag Jabar, Iendra Sofyan, pihak dinas setiap dua hari sekali rutin menggelar rapat evaluasi soal minyak goreng dengan stakeholder terkait. Mulai dari kabupaten/kota hingga aparat kepolisian. 

“Minyak goreng, tidak ada perkembangan yang lebih baik,” ujar Iendra saat ditanya soal hasil evaluasi  Rabu (9/3/2022).

 

Iendra mengatakan, kondisi lapangan belum berubah. Konsumen masih kesulitan mencari minyak goreng. Pasokan di pasar maupun ritel begitu cepat habis. Sementara Kementerian Perdagangan masih menyakini bahwa suplai ke lapangan sudah menggelontor banyak. 

 

“Di lapangan tidak ada, Kemendag bilang sudah 72 juta liter, kamarana (kemana, red)?” katanya.

 

Iendra menilai kementerian masih mempercayai data yang berasal dari para produsen. Namun Jabar yang dikatakan mendapat guyuran puluhan juta liter pun masih kesulitan. “Kami minta bantuan teman-teman kabupaten/kota meninjau ke distributor ada atau tidak? Kita ingatkan terus kabupaten/kota melakukan pengecekan itu,” katanya.

 

Namun diakui daerah, kata dia, untuk memantau langsung ke gudang distributor bukan perkara mudah. Sejumlah daerah mengakui berhasil mendapatkan data, sisanya menyerah. “Ada yang berhasil, distributor ada stok tapi dicicil, ada juga yang tidak ada sama sekali. Ada stok, tapi setelah dua tiga hari habis, tidak ada lagi, sementara PO itu lama. Jadi harus benar-benar diselidiki apakah betul produsen sudah mengeluarkan [suplai], kalau sudah mentoknya di distributor yang mana?” paparnya.

 

Iendra juga mengkritisi sikap konsumen yang memiliki kecenderungan panic buying dengan membeli minyak goreng melebihi kebutuhan. Menurutnya persoalan ini dikeluhkan oleh pihak ritel, etika suplai mulai lancar, minyak goreng bisa langsung habis dalam hitungan jam. “Isunya itu, jadi ada miss informasi antara produsen dan kondisi di lapangan, kontinuitas pasokan tidak terjaga, ketiga isu pemerataan distribusi dan pengaruh pada harga,” katanya.

 

Disperindag Jabar, menurutnya sudah mewacanakan untuk langsung menjual minyak goreng ke tingkat RT sebagai jalan jalan keluar yang lebih efektif untuk menekan kelangkaan minyak goreng. Pihaknya kini tengah meminta kepastian dari Kemendag agar wacana ini bisa terealisasi terutama urusan suplai. 

 

“Untuk memotong mata rantai, kita jual langsung ke tingkat RT. Nanti operatornya dimungkinkan BUMD, kalau produsen ada yang mau jual langsung ke bawah juga boleh,” papar Iendra. 

 

Baca Juga

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement