Kamis 10 Mar 2022 00:35 WIB

Selandia Baru Ubah Taktik Tangani Penyebaran Covid-19

Penerapan pendekatan secara radikal terhadap Covid-19 telah bergeser

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern bicara terkait perkembangan Covid-19 saat berkunjung ke New Plymouth, Selandia Baru, Rabu (10/1/2022).
Foto: Mark Mitchell/New Zealand Herald via AP
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern bicara terkait perkembangan Covid-19 saat berkunjung ke New Plymouth, Selandia Baru, Rabu (10/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Kembali pada Agustus 2021, pemerintah Selandia Baru mengunci seluruh negara setelah satu kasus lokal Covid-19 terdeteksi. Pada Selasa (8/3/2022), ketika kasus harian baru mencapai rekor hampir 24.000, para pejabat mengatakan kepada pekerja rumah sakit bahwa mereka dapat membantu di bangsal Covid-19 yang kekurangan staf bahkan jika mereka sendiri sakit ringan.

Direktur kesehatan masyarakat di Kementerian Kesehatan Dr. Caroline McElnay mengatakan, jumlah pasien rawat inap akan bertambah. Hanya saja pasien dengan Omicron umumnya memiliki penyakit yang lebih ringan daripada yang dialami pasien sebelumnya dengan varian delta.

McElnay mengatakan meningkatnya jumlah pasien dan petugas kesehatan yang terinfeksi telah mendorong pelonggaran aturan tentang kapan petugas kesehatan dapat kembali ke rumah sakit. Pekerja yang terinfeksi hanya akan diizinkan bekerja dengan pasien yang sudah memiliki virus, jika tidak ada pilihan lain.

“Ini adalah alat tambahan yang memungkinkan sistem kesehatan kita tetap berjalan,” kata McElnay.

Pengumuman aturan baru ini adalah tanda penerapan pendekatan secara radikal yang dilakukan Selandia Baru terhadap Covid-19 telah bergeser. Negara ini bergerak dari eliminasi ke penekanan, sekarang ke sesuatu yang mendekati penerimaan karena varian Omicron terus bertahan.

Para ahli mengatakan tindakan Selandia Baru yang terkadang berlawanan dengan intuisi kemungkinan telah menyelamatkan ribuan nyawa. Keputusan awal yang diambil membiarkan sebagian besar wilayah menghindari varian yang lebih mematikan dan mengulur waktu untuk membuat orang divaksinasi. Negara berpenduduk 5 juta ini telah melaporkan hanya 65 kematian akibat virus sejak pandemi dimulai.

Tapi rawat inap Covid-19 telah meningkat dengan cepat, mencapai rekor lebih dari 750 dan membebani sistem pada Selasa. Di seluruh negeri, ledakan kasus telah membuat orang tercengang.

Padahal sebulan yang lalu, jumlah kasus sekitar 200 per hari. Sekarang, wabah mempengaruhi semua orang mulai dari pekerja garis depan hingga anggota parlemen.

Salah satu faktor yang mempercepat penyebaran virus adalah kembalinya ribuan mahasiswa ke kampus-kampus di seluruh negeri bulan lalu. Presiden mahasiswa di Victoria University of Wellington Ralph Zambrano mengatakan, virus itu telah menyebar dengan cepat melalui ratusan mahasiswa di asrama, berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan mereka.

"Kampus biasanya ramai pada saat-saat seperti ini, tetapi suasananya sangat menakutkan," kata Zambrano.

Zambrano mengatakan sebagian besar mahasiswa memilih untuk belajar dari jarak jauh. "Ada banyak kecemasan dan ketegangan," ujarnya.

Ahli epidemiologi di University of Otago Michael Baker mengatakan varian omikron terbukti sangat menular di Selandia Baru seperti di negara lain. Kasus tampaknya mendatar atau bahkan mulai menurun di kota terbesar Auckland, sementara masih meningkat di tempat lain.

Sementara sebagian besar dunia bernafas lega setelah dua tahun mengalami masalah yang mengerikan, menurut Baker, Selandia Baru berada pada titik terburuknya dalam pandemi. Negara ini akhirnya mulai menerima kenyataan bahwa virus itu akan tetap ada di negara itu secara permanen.

Baker mengatakan khawatir otoritas kesehatan telah kehilangan kemampuan untuk melacak wabah dengan benar. Petugas kesehatan berjuang untuk beralih dari sistem dengan hati-hati memantau beberapa kasus ke berurusan dengan ribuan hasil yang dilaporkan sendiri dari tes antigen cepat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement