Selasa 08 Mar 2022 19:31 WIB

Indonesia Butuh Regulasi Berbasis Kesetaraan Gender

Perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Indonesia Butuh Regulasi Berbasis Kesetaraan Gender (ilustrasi).
Foto: remajaindonesia.org
Indonesia Butuh Regulasi Berbasis Kesetaraan Gender (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Kasus kekerasan dan diskriminasi perempuan masih menjadi permasalahan besar di Indonesia. Karenanya, BEM KM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar BEM Talks bertema Perempuan Dalam Belenggu untuk membedah itu.

Advokator LBH Yogyakarta, Raudatul Jannah mengatakan, perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Tapi, yang terjadi saat ini budaya patriarki masih sering terjadi dan perempuan sering mengalami sexual abuse in women.

Baca Juga

Dilihat pada kondisi saat ini kekerasan seksual terhadap perempuan masih dominan terjadi di Indonesia, baik di ranah domestik maupun di luar domestik. Raudatul memberi gambaran yang terjadi di konflik di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

Banyak sekali perempuan dan anak yang mengalami trauma mendalam akibat tindak represifitas dari aparat. Sangat berdampak traumatis mendalam bagi perempuan dan anak, sehingga merasa tidak nyaman dan dapat menghambat aktivitas warga Wadas.

"Dari dampak tersebut banyak aktivis perempuan ikut serta menyuarakan perjuangan dan turun ke jalan, ini membuktikan kalau negara yang tidak tegas untuk mengurusi kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap hak perempuan," kata Raudatul, Selasa (8/3).

Anggota Lembaga Rifka Annisa, Siti Darmawati menuturkan, pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia disebabkan permasalahan kesetaraan gender. Ada marginalisasi perempuan, subordinasi di ranah politik, stereotype, beban ganda.

Ia mengingatkan, kekerasan terhadap perempuan tidak cuma kekerasan kepada fisik, tapi psikis, seksual, ekonomi dan banyak lagi. Kekerasan berbasis gender ini sering kali menggunakan tubuh perempuan sebagai posisi tawaran secara daring.

"Hal ini menciptakan pola pikir tidak adanya korelasi antara pemahaman yang bagus dan pengetahuan tentang perempuan," ujar Siti.

Dosen Hubungan Internasional UMY, Dr Nur Azizah menambahkan, bukti nyata belum terealisasinya kesetaraan gender di Indonesia dapat dilihat dari diskriminasi pekerjaan. Serta, stigma pemikiran kalau pemimpin itu harus seorang laki-laki.

Apalagi, gender equality index Indonesia pada 2021 jika ditelaah masih perlu kebijakan yang mengarahkan kesetaraan gender. Misal, dilihat dari regulasi di Indonesia tentang kekerasan seksual yang belum sesuai dengan implementasinya.

"Oleh karena itu, perlu ada penekanan bahwa pentingnya pemahaman kesetaraan gender dalam regulasi maupun implementasinya," kata Nur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement