Selasa 08 Mar 2022 07:11 WIB

PCR dan Antigen Dihapus, Legislator: 3T tidak Boleh Melemah

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan tersebut.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Petugas Dinas Kesehatan mengambil sampel lendir hidung dan tenggorokan siswa yang kontak erat dengan siswa terkonfirmasi positif Covid-19 untuk dilakukan tes Swab PCR. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Petugas Dinas Kesehatan mengambil sampel lendir hidung dan tenggorokan siswa yang kontak erat dengan siswa terkonfirmasi positif Covid-19 untuk dilakukan tes Swab PCR. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufida menanggapi soal dihapusnya PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan domestik. Menurutnya, aturan tersebut tidak boleh buat 3T melemah.

"Tes dan tracing harus tetap digencarkan bagi mereka yang terindikasi dan kontak erat," kata Mufida kepada Republika, Senin (7/3).

Dia menuturkan, bahwa prinsipnya kebijakan tersebut harus berbasis scientist, meringankan rakyat dan tetap melindungi rakyat dari potensi terpapar covid-19. Selain itu tidak adanya lagi syarat antigen atau PCR, dinilai akan meringankan beban rakyat dan memudahkan rakyat. 

Namun, dia mengingatkan, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan. "Jika vaksin sebagai syarat perjalanan maka target vaksin secara merata harus segera diwujudkan," ujarnya.

Menurutnya, meski vaksin dosis 2 sudah tembus 71 persen per 7 Maret 2022, tapi jika kalau dilihat secara persebaran geografisnya masih dinilai belum merata. Sebab sampai saat ini, baru 13 provinsi yang mencapai 70 persen dosis dua. 

"Bahkan masih ada daerah yang di bawah 40 persen cakupan dosis dua. Sementara mobilitas domestik kan ke seluruh wilayah Indonesia," jelasnya.

Tidak hanya itu, Mufida menilai, pemerintah perlu juga menjelaskan syarat tambahan bagi masyarakat yang belum dengan vaksin dosis lengkap. Menurutnya sebagai alat pengujian awal, cukup menggunakan antigen dan tidak perlu PCR sebagai syarat perjalanan bagi yang belum vaksin lengkap. 

"Sementara PCR benar-benar digunakan bagi tracing yang bergejala," tuturnya.

Selain itu perlu juga dipastikan pada saat check in (Laut-Udara) atau masuk di terminal, aplikasi Peduli Lindungi digunakan secara ketat dan diperiksa betul. Perlu juga dipastikan aplikasi Peduli Lindungi ini berjalan dengan baik dan semua hasil PCR (karena tracing atau gejala) yang positif, datanya masuk dalam Peduli Lindungi, agar tidak ada yang lolos dengan status positif. 

"Karena adanya beberapa kasus data hasil PCR positif yang belum masuk dalam sistem data di Kemenkes. Banyak laporan mulai lengah cek Peduli Lindungi  bahkan yang berstatus hitam bisa bebas," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement