Sabtu 05 Mar 2022 11:12 WIB

Polairud Polda Kaltim Bongkar Kasus Ratusan Kayu Log Ilegal di Sungai Mahakam

Lima orang pengangkut kayu yang ditangkap mendapatkan upah sebesar Rp 30 juta.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas menyegel sementara ribuan kayu log ilegal di Pahandut Seberang , Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Foto: Pemprov Kalteng
Petugas menyegel sementara ribuan kayu log ilegal di Pahandut Seberang , Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Jajaran Polairud Polda Kalimantan Timur (Kaltim) mengungkap kasus pengangkutan kayu ilegal (illegal logging) di Sungai Mahakam. Adapun barang bukti yang disita mencapai 250 kayu bulat dan hanya 28 kayu yang tercatat legal.

"Berdasarkan informasi yang sangat akurat kita melakukan penghadangan kemudian kita dapati lima perahu ketinting dan lima orang yang sedang membawa rangkaian kayu log atau kayu bulat," ucap Direktur Polairud Polda Kalimantan Timur (Kaltim) Kombes Tatar Nugroho di Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kaltim, Jumat (4/3/2022).

Dia menuturkan, pengungkapan kasus itu berawal dari penyelidikan tim intel air Ditpolairud Polda Kaltim di daerah aliran Sungai Mahakam, tepatnya perairan Desa Sebulu, Kutai Kartanegara. "Pengungkapan ini dilakukan beberapa hari yang lalu dan hasilnya pada hari Kamis tanggal 3 Maret 2022 sekitar jam 09.00 WITA," jelas Tatar.

Dia menyebutkan, jajarannya akan mengkonfirmasi dengan pihak kehutanan karena 28 batang kayu log yang diduga legal memiliki stempel Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara. "Kita sudah mengamankan lima perahu ketinting dan lima orang yang bekerja untuk mengawal atau mengangkut kayu ini," ucapnya.

Menurut pengakuan lima orang yang mengangkut kayu tersebut, mereka mendapatkan upah sebesar Rp 30 juta atau Rp 150 ribu per kubik. "Untuk tersangka, sementara kita menetapkan satu orang sebagai pemilik atau yang menyuruh dan memberikan upah kepada lima orang tersebut. Sekarang sudah kita amankan," ujar tatar.

Atas kejadian tersebut, tersangka dikenakan pasal 83 ayat 1 huruf b juncto pasal 12 huruf e UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Tersangka terancam hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar," kata Tatar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement