Rabu 02 Mar 2022 23:33 WIB

Psikolog: Kemampuan Motorik Anak Menurun Selama Pandemi

Dibandingkan 2019, pada 2020 terjadi penurunan motorik kasar maupun halus pada anak.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Kemampuan motorik anak menurun selama pandemi Covid-19 (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Kemampuan motorik anak menurun selama pandemi Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pandemi Covid-19 telah menciptakan perubahan inkonsistensi kondisi sehari-hari yang memiliki dampak yang cukup signifikan kepada anak. Hal ini juga menguat orang tua menjadi kesulitan untuk memprediksi situasi yang akan terjadi.

Psikolog Anak dan Co-Founder TigaGenerasi, Saskhya Aulia Prima, mengatakan ada beberapa fakta bahwa ternyata ada penurunan kemampuan motorik anak selama pandemi. Sebab dibandingkan 2019, pada 2020 terjadi penurunan motorik kasar maupun halus pada anak.

Baca Juga

“Dari komunikasi bayi, melihat mata, ikut bicara, kemudian di usia balita terjadi penurunan kesempatan bermain karena pembatasan sosial dan kesehatan mental lebih mudah stres,” kata Saskhya dalam Lazada Kids Festival, beberapa waktu lalu.

Kebutuhan fisik anak sangat tinggi. Jadi, harus cari cara di tengah keterbatasan, keinginan mereka untuk bergerak harus tetap terpenuhi.

Kadang-kadang ortu juga khawatir apakah pemakaian masker pada abak bisa mengganggu emosi mereka. Namun dari penelitian terbaru, untuk pemakaian masket tidak terlalu mengurangi kemampuan anak memahami emosi orang lain.

Karena untuk memahami emosi orang lain, tidak perlu melihat  wajah, melainkan bis dari gestur, suara, intonasi. Hal ini jadi angin segar karena banyak spekulasi bahwa pemakaian masker akan mengganggu, padahal ternyata tidak terlalu berdampak.

Selama krisis terjadi, ada hal yang wajar dan tidak yang bisa diperhatikan dari perilaku seorang anak. Hal yang masih wajar adalah ketika ketikamerasakan emosi, tidak nyaman, lebih sering marah dan “senggol bacok”.

Sementara yang tidak wajar ketika anak tidak mau melakukan apa pun. Mereka malah melakukan kekerasan serta ditandai dengan perubahan perilaku.

Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk bisa mentoleransi hal-hal yang tidak pasti serta membangun komunikasi yang lebih terbuka. Jika menghadapi tantangan, orang tua juga dapat berkonsultasi  dengan ahli agar orang tua menjadi tahu hal-hal apa saja yang perlu dibenahi demi mencapai hubungan antar keluarga yang lebih kuat.

Dari hasil survei yang dilakukan oleh Lazada dan Babyologist dan diikuti ribuan ibu di Indonesia secara daring, 50 persen menjawab hubungan rumah tangga maupun finansial keluarga merupakan tantangan tersulit yang dihadapi selam baby blues namun tidak dapat keluar rumah, serta kekhawatiran akan tumbuh kembang si kecil yang terhambat. 

Untuk mengatasi baby blues, kekhawatiran serta kesepian yang dirasakan, 30 persen dari para ibu menjawab bahwa mereka mencari solusi dari ahli melalui webinar parenting, sebagai salah satu upaya mengatasi tantangan dalam menjalankan peran sebagai orang tua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement