Rabu 02 Mar 2022 11:40 WIB

Januari Hingga April 2022, BPS: Produksi Padi Akan Meningkat 7,7 Persen

Semua perhitungan tersebut dilakukan melalui metode kerangka sample area

Sejumlah petani membersihkan padi yang baru dipanen di Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (1/3/2022). Petani mulai melakukan panen pertama dari tiga kali musim panen dalam setiap tahunnya, selain itu Badan Pusat Statistik mendata produksi padi Gorontalo pada 2021 yaitu sebesar 234,39 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 6,77 ribu ton dibandingkan 2020 yang sebesar 227,63 ribu ton.
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Sejumlah petani membersihkan padi yang baru dipanen di Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (1/3/2022). Petani mulai melakukan panen pertama dari tiga kali musim panen dalam setiap tahunnya, selain itu Badan Pusat Statistik mendata produksi padi Gorontalo pada 2021 yaitu sebesar 234,39 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 6,77 ribu ton dibandingkan 2020 yang sebesar 227,63 ribu ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pada periode Januari – April 2022 mendatang, produksi padi Januari – April 2022 diperkirakan naik 7,7 persen atau setara 14,63 juta ton bila dibandingkan periode yang sama pada 2021 lalu sebesar 13,58 juta ton.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan bahwa semua perhitungan tersebut dilakukan melalui metode kerangka sample area (KSA), di mana pengamatannya sudah memakai teknologi sistem informasi geografi (SIG). Kenaikan produksi padi tidak bisa dilepaskan dari kenaikan potensi luas panen. Pada Januari – April 2022, luas panen berpotensi mencapai 4,81 juta hektare. 

Baca Juga

"Angka tersebut kami hitung berdasarkan metode KSA. Hasilnya potensi luas panen kita mencapai 4,81 juta hektar atau naik 0,38 juta hektare dibanding periode yang sama tahun lalu. Secara persentase ini kenaikannya mencapai 8,58 persen," ujar Setianto, Selasa, 1 Maret 2022.

Sementara itu, BPS turut mencatat produksi beras pada Indonesia pada 2021 mengalami penurunan sebesar 0,45 persen dari produksi di tahun sebelumnya yang mencapai 31,5 juta ton. Namun menurut Setianto, penurunan tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya bencana alam dan kekeringan yang cukup panjang.

"Antara lain terjadi kemarau yang lebih tinggi pada bulan Agustus dan September 2021, juga karena bencana atau musibah banjir di awal tahun serta adanya erupsi gunung Semeru dan serangan hama di beberapa tempat," katanya.

Berikutnya, kata Setianto, penurunan selama 2021 juga disebabkan peralihan tanaman padi ke tanaman lain yang terjadi selama Agustus dan September 2021, di mana banyak petani memanfaatkan lahan kering sebagai tempat berkebun.

"Karena kemarau mereka lalu beralih karena terjadi kekurangan air. Kekeringan memang berdampak luas terhadap panen padi yang jauh lebih rendah dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya," katanya.

Selain itu, curah hujan yang cukup tinggi juga menyebabkan banyak tanaman padi rusak, sehingga berdampak pada luas panen di sepanjang Oktober hingga Desember 2021. "Penyebab lainya intensitas curah hujan yang cukup tinggi di akhir 2021 sehingga berdampak pada luas panen di sepanjang Oktober Desember 2021," katanya.

Tapi disisi lain, beberapa Provinsi tetap mengalami kenaikan panen seperti yang terjadi pada Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Papua. Di Sulsel produksinya mencapai 382,17 ribu ton gabah kering giling atau meningkat 8,12 persen. Sedangkan di Jawa Tengah produksinya mencapai 129,49 ribu ton atau 1,36 persen."Dan Papua sebesar 120,28 ribu ton atau 72,46 persen," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement