Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedy Setyo Afrianto

Membaca Sebagai Bahan Bakar Gagasan

Eduaksi | Tuesday, 01 Mar 2022, 13:00 WIB
Baca tulis tradisi para pembelajar

"Membacalah agar engkau tahu apa-apa yang terjadi saat ini dan dimasa lalu, dan menulislah agar orang dimasa depan tahu bahwa kita pernah hidup sebelumnya."

Membaca dan menulis itu ibarat saudara kembar, satu dan lainnya saling membutuhkan satu sama lain, keberadaannya selalu mendukung yang lainnya pula. Jika membaca itu ibarat mengisi “teko” kita, maka menulis adalah menuangkannya ke “gelas” atau wadah yang lainnya. Bedanya, jika air pada isi teko Anda akan perlahan habis jika Anda terus menerus menuangkannya, maka “isian” hasil bacaan yang Anda bagikan, sejatinya akan membentuk hubungan synaps baru (didalam otak Anda), keterhubungan dan makin kokohnya sambungan antar synaps inilah yang akan makin menguatkan pemahaman, tidak hanya berhenti disini akan membuka ruang-ruang kesempatan terbentuknya ide-ide yang lainnya.

Synaps Otak

Kendala bagi sebagian teman-teman yang meniti hobi atau minat kepenulisannya, adalah buntunya ide-ide baru, dan seperti pada paragraf sebelumnya, maka membaca adalah pilihan terbaik (diantara sebagian pilihan lainnya) untuk menyemai ide-ide baru.

Namun bagaimana sesungguhnya mengolah hasil bacaan (terutama buku) agar intisarinya bisa kita serap dengan sebaik-baiknya, dan menjadi bahan bakar tulisan berikutnya ?. Agar mudah dipraktekkan, Saya coba buat beberapa point dibawah beserta uraiannya. Diurutkan dari level paling sederhana (level A) terurut ke level huruf berikutnya. Setiap teman-teman barangkali memiliki ciri dan kekhasannya sendiri yang sudah sering dipraktekkan, artikel ini hanya membantunya lebih sistematis.

Oh ya, beberapa uraian dibawah ini terinspirasi dari siaran Mas Ali Abdaal, seorang dokter lulusan Cambridge University yang aktif menjadi content creator di youtube, laman pribadi beliau bisa diakses ke https://aliabdaal.com/

1. Level A – membaca santai

Pada level ini, membaca hanya sekedar aktivitas “surfing” (berselancar), level ini cocok dilakukan ketika kita sedang membaca fiksi, novel, cerpen dan sebagainya. Karena kita juga tidak memiliki target serapan apa yang hendak dicapai, kecuali “moral value” yang bisa kita peras dari kisah-kisah tersebut.

2. Level B – membaca dan tanyakan

Selanjutnya, ketika kita katakanlah sudah membaca lengkap seluruh halaman buku favorit kita, maka mengecek pemahaman atas aktivitas baca kita adalah dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan kita jawab sendiri.

Ini ibarat kita sudah berjalan kaki sejauh 10 km, lalu kita mengecek dengan sederhana, tadi kita sudah melewati bangunan apa saja, berapa banyak minimarket disana, ketemu siapa dan lainnya. Sehingga secara desain, kita memang bertanggung jawab atas 10 km kita yang telah lewat.

Membuat susunan pertanyaan serupa atas hasil bacaan kita, dengan cara menanyakan :

“Apa yang saya dapatkan dari buku ini ?”,

“Kenapa saya perlu membaca buku ini ?”,

“Bagaimana buku ini menambah value/pengetahuan baru dalam diriku ?”,

“Sebutkan 3 quote terbaik yang baru saja didapatkan !”

Tidak hanya empat pertanyaan diatas tentu saja, Anda bisa menambahkan pertanyaan-pertanyaan lain jika diperlukan untuk proses “self interogation” ini.

Contoh pertanyaan sendiri untuk menggali bacaan

3. Level C – tanyakan dan simpulan -> membaca produktif

Setelah proses diatas dilakukan, maka setidaknya saat ini Anda sudah memiliki kumpulan pertanyaan dan jawaban reflektif atas bacaan Anda. Selanjutnya berikan simpulan dalam minimal dua paragraf tentang buku Anda, dan lengkapi dengan catatan-catatan informatif sebagai pelengkap lainnya.

Ada pendekatan menarik dalam menerapkan level C ini dengan Zettelkasten Methode. Sebuah metode yang ditemukan oleh Niklas Luhmann, seorang sosiolog kelahiran tahun 1927. Metode ini termasuk dalam salah satu rumpun Knowledge Management System, yang pada awalnya digunakan Luhmann untuk mengkategorisasi bacaan beliau, dibuatnya lebih sistematis sehingga jadi lebih produktif. Selama 30 tahun, Luhmann berhasil menulis hingga 58 buku dan banyak artikel.

Zettelkasten Methode memiliki orientasi untuk membangun jejaring pengetahuan, kemudian dari jejaring itu bisa disimpan kedalam memory baru, lalu ditemukan koneksi antar bangunannya, yang pada akhirnya menghasilkan pembangunan ide dan argumentasi baru. Singkatnya, bagaimana mengelola pengetahuan-pengetahuan lama untuk dikonstruksi menjadi pengetahuan baru.

Zettelkasten Methode terdiri dari empat langkah sederhana untuk bisa dipraktekkan, secara khusus dan lebih dalam nanti akan diulas dalam artikel tersendiri. Namun sebagai pengantar, bahwa empat langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut

a. Catatan Literatur

b. Catatan referensi

c. Catatan permanen

d. Review dan ulangi

Agar lebih mudah dipahami bagaimana metode ini bekerja, coba amati gambar dibawah ini

Ilustrasi Zettelkasten Methode. Sumber : Wikipedia

Pada ilustrasi diatas, merupakan sticky note dimana pada setiap baris, merupakan ide-ide yang berhasil ditemukan dari berbagai sumber halaman, ide ini diindeks dengan “tag”, kemudian diberikan nomor sticky notes. Hubungan antar sticky notes diberikan garis panah merah, dan mereka dikategorisasi menggunakan garis kurung kurawal. Setelah semua proses dilakukan, maka pada kotak pojok kanan bawah, merupakan kumpulan tag berikut cantuman sumber-sumbernya.

Nah, kumpulan tag pada pojok kanan bawah inilah yang pada akhirnya diikat untuk kemudian dikonstruksi menjadi gagasan atau baru berikutnya. Tantangannya adalah, bagaimana menghubungkan antar jejaring kemudian diikuti dengan menambahkan pengetahuan lama kita yang sudah pernah kita pelajari sebelumnya. Jika synaps pada otak kita sering dilatih, maka ini akan membuat proses berfikir kita akan lebih efektif dalam melihat peristiwa.

Dengan cara ini, aktivitas membaca akan dapat membuat gagasan baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Semoga memberikan wawasan baru yang dapat bermanfaat dalam akvitas produktif kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image