Selasa 01 Mar 2022 17:48 WIB

Alami Kerusakan Gen, 300 Juta Manusia di Seluruh Dunia Mengidap Penyakit Langka

80 persen penyebab penyakit langka adalah kelainan genetika.

Peneliti melakukan simulasi rekayasa genetika pada skema rantai DNA buatan. (ilustrasi)
Foto: GIZMODO
Peneliti melakukan simulasi rekayasa genetika pada skema rantai DNA buatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusakan gen sering kali menjadi pemicu penyakit langka. Gejalanya muncul dari masa anak-anak. Diagnosis penyakit “anak tiri“ kedokteran ini perlu waktu, kesabaran dan saraf baja.

Definisi penyakit langka, adalah penyakit yang prevalensinya tidak lebih dari lima kasus per 10.000 orang. Statistik menunjukkan, hingga sebuah diagnosis bisa ditegakkan, perlu waktu rata-rata sampai 7 tahun.

Baca Juga

"Bagi kebanyakan penderitanya, hasil diagnosis ini berarti hilangnya beban," ujar dr.med. Christine Mundlos dari Aliansi Penyakit Kronis Langka (ACHSE e.V). 

"Sukses diagnosis, artinya pencarian berakhir dan penderita memperoleh kejelasan karena mereka mengetahui apa penyebab penderitaannya, dan juga bisa mengambil langkah selanjutnya. Relatif lebih mudah menanganinya, jika penyakit punya nama," ucap Mundlos.

Di Jerman yang tergolong negara maju, saat ini tercatat sekitar 4 juta pengidap penyakit langka ini. Banyak orang tua yang anaknya mengidap penyakit langka, harus memeriksakan anaknya dari satu dokter ke dokter lainnya.

Mereka harus melakukan pemeriksaan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Sering orang tua putus asa, ketakutan dan tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

Riset diagnostik untuk pengembangan terapi

Hingga kini sudah dikenali sekitar 8000 penyakit langka, dan daftarnya terus memanjang. Salah satu penyakit langka Cystic fibrosis misalnya, sudah diteliti sejak beberapa dekade. Penyebab gangguan metabolisme ini, adalah kesalahan pada kromosom 7, yang disebut gen CFTR.

Akibat kerusakan gen ini, di dalam sel terbentuk cairan lendir kental, yang terutama menyerang paru-paru, dan bahkan juga bisa melumpuhkan organ tubuh lainnya.

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement