Selasa 01 Mar 2022 14:27 WIB

Universitas Nusantara Gelar Urun Rembug RUU Sisdiknas

Draft RUU Sisdiknas yang baru masih belum menyentuh akar masalah.

Universitas Nusantara menggelar diskusi bertema
Foto: Dok Universitas Nusantara
Universitas Nusantara menggelar diskusi bertema "Kritik Dan Apresiasi RUU Sisdiknas 2022”, Senin (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --  Universitas Nusantara mengundang para pakar, praktisi dan pemerhati pendidikan untuk diskusi bertema "Kritik Dan Apresiasi RUU Sisdiknas 2022”, Senin (28/2). 

“Bertempat di kantor Yayasan Membangun Nusantara Kita (YMNK), Bogor,  kami menyatukan sikap untuk ikut urun rembug bagi kebaikan UU Sisdiknas. Tentu demi kehebatan kita dalam menghasilkan arsitektur kependidikan dan kepengajaran kita semua,” kata Ketua Yayasan Membangun Nusantara Kita (YMNK) sekaligus founder Universitas Nusantara, Yudi Haryono PhD seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Hadir dalam acara tersebut Dr Bambang Pharma (ketua Tim Perumus Pendidikan di NU Circle), Dr  Susetya Herawati (dosen Pascasarjana Ilmu Administrasi Unkris), Yudhie Haryono PhD (peneliti Nusantara Centre), Irawan Djoko Nugroho (aktivis Yayasan Suluh Nuswantoro), Astika Wahyuaji, MPsi (YMNK) dan Ir  Abrianto  MM (dosen Universitas Mercu Buana).

Yudhi mengatakan, urug rembug itu  mengusulkan tiga hal. Pertama, mestinya RUU ini bernama Sisbuddiknas atau Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional. “Tentu agar pendidikan kita tidak terlepas dari kebudayaan nasional,” ujarnya.

Kedua, sebaiknya RUU sisdiknas ini konsen dalam pembenahan tatakelola pendidikan dan pengajaran. Sebab, ia menjadi salah satu kunci dalam perbaikan pembangunan kebudayaan dan pendidikan nasional. 

Ketiga, kata Yudhi, dalam tata kelola ini, kurikulum inti hendaknya disederhanakan menjadi Trimatra Pendidikan Dasar dan Menengah (Kebangsaan-Etika-Logika). Tentu saja, realisasi trimatra pendidikan bukan sebatas tugas pemerintah, namun partisipasi aktif masyarakat. “Mereka harus dilibatkan secara terus menerus dan sistematis. Itulah tugas kita semua sebagai warganegara. Ini juga membuktikan bahwa kewarganegaraan perlu lebih ditonjolkan dibanding kewargaan,” ujarnya.

Menurut Bambang Pharma, "Naskah akademik maupun draft RUU Sisdiknas yang baru masih belum menyentuh akar masalah dan malah seolah membawa ‘jauh’  dengan yang rakyat harapkan (cita-cita Indonesia yang Raya). Sudah seharusnya negara hadir dalam setiap sendi pendidikan, karena tugasnya sebagai pelayan dan tutor rakyatnya."

Sementara itu, Irawan mengatakan, "Jadi jika tanggung jawab pendidikan diserahkan sepenuhnya ke masyarakat, maka bagaimana dengan implementasi klausul mencerdaskan bangsa dalam pembukaan UUD 1945 yang notabene itu salah satu tugas negara."

Sedangkan Susetya Herawati mengatakan, profil Pelajar Pancasila sebenarnya bukan tujuan akhir seperti dalam RUU tersebut. Sebab, kata dia, tujuan pendidikan nasional adalah mendidik anak Indonesia menjadi warga negara yang paripurna dan ini sejalan dengan visi pemerintah saat ini yaitu SDM unggul.

Menurutnya, profil Pelajar Pancasila sendiri masih belum lengkap, jika dulu agama sempat hilang dari profil ini dan setelah diprotes keras baru dimunculkan maka setelah koreksi pun nilai kebangsaan dan persatuan belum nampak jelas. “Alangkah baiknya jika dilakukan penyisiran setiap sila demi sila sehingga tidak ada yang tertinggal. Dari situ akan didapat profil pelajar Pancasila yang utuh," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement