Senin 28 Feb 2022 12:53 WIB

Petani Harap Impor Kedelai Dikendalikan dan Jaminan Harga Produksi Lokal

Sembilan puluh persen kebutuhan kedelai Indonesia kini dipenuhi oleh impor.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Pengrajin menunjukkan kedelai impor yang harganya melambung. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai lokal di tengah masalah mahalnya kedelai impor.
Foto: Prayogi/Republika.
Pengrajin menunjukkan kedelai impor yang harganya melambung. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai lokal di tengah masalah mahalnya kedelai impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai lokal di tengah masalah mahalnya kedelai impor. Hanya saja, KTNA meminta ke depan importasi kedelai harus dikendalikan serta adanya jaminan harga bagi produksi lokal yang dibudidayakan petani.

"Hasil konsolidasi dengan anggota KTNA pada intinya petani kedelai meminta pemerintah melakukan pengendalian impor dan memberikan jaminan harga kedelai lokal," Ketua Umum KTNA, Yadi Sofyan Noor dalam keterangan tertulisnya, diterima Republika.co.id, Senin (28/2/2022).

Baca Juga

Yadi mengakui, 90 persen kebutuhan kedelai Indonesia kini dipenuhi oleh impor. Karena itu, diperlukan langkah bersama antara petani dan pemerintah untuk bisa meningkatkan produksi dan mencukupi kebutuhan lokal. Hal itu, kata dia, pernah dicapai pada tahun 1992 silam.

Salah satu sentra kedelai Indonesia yakni terdapat di Grobogan. Petani kedelai di Grobogan telah menerapkan sistem pertanaman kedelai yang lebih efisien dengan produktivitas yang dicapai sudah tinggi sekitar 2,5 ton per hektare (ha).

Ketua KTNA Grobogan, Ali, mengatakan, saat ini harga kedelai dapat dikatakan menguntungkan dan petani kembali menanam kedelai. Namun, harga yang menguntungkan itu perlu dijaga.

Diketahui, rata-rata harga kelai lokal saat ini berkisar Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kilogram. “Petani perlu adanya jaminan harga. Jika harga menguntungkan tanpa diberi bantuan pun saya yakin petani akan semangat kembali menanam kedelai,” ujar Ali.

Menurut Ali, kenaikan harga kedelai mulai di tahun 2019 akibat dampak Pandemi covid-19. Tahun 2019 pertanaman kedelai di wilayahnya sekitar 10-15 persen dari area yang tersedia seluas 28 ribu hektar. Kemudian memasuki tahun 2021 sudah 40-50 persen dari areal yang ada. Memasuki tahun 2022 ia memperkirakan 70 persen dari luas areal tertanam kedelai lagi.

Ali menegaskan perlunya  mengoptimalkan benih yang berkualitas. Apabila bantuan benih bisa ditingkatkan menjadi 60 kg per ha dengan daya tumbuh minimal 85 persen maka akan bisa dicapai produksi 2,5 ton per hektar. “Kalau benih tidak berkualitas maka hasil per hektar juga tidak akan terpenuhi,” tandasnya

Sementara itu, Ketua KTNA Blora, Sudarwanto mengatakan hal senada. Baginya kepastian pasar dan harga sangat penting. Ia juga menekankan, keterbatasan benih kedelai dengan masa dormansi yang sangat pendek yakni sekitar satu bulan menjadi hal yang perlu diperhatikan bersama.

"Untuk budidaya kedelai, saat ini kami akan mengembangkan tanam kedelai dengan cara yang disebut Sistem Methuk. khususnya untuk kedelai hitam. Jadi bulan Oktober tanam jagung, lalu menjelang satu bulan mau panen bawahnya disemprot herbisida  untuk ditanam kedelai. Saat panen jagung, maka kedelai mulai tumbuh,” jelas Sudarwanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement