Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedy Setyo Afrianto

Kecerdasan Bersyukur

Eduaksi | Sunday, 27 Feb 2022, 04:44 WIB
Bersyukur

Anda boleh bersepakat atau tidak, Saya punya perumpamaan bahwa “kesyukuran” itu sama seperti skill lain yang bisa diasah dan dikembangkan. Jika Anda ingin ahli dalam bidang kuliner, maka mencoba menu-menu masakan baru setiap harinya, memastikan indra pengecap yang lebih “perasa” dalam setiap kesempatan memasak, merupakan upaya yang inline untuk menjadikan Anda master dalam hal masak ini.

Konon, menurut Malcolm Gladwell dibukunya yang berjudul “Outliers”, jika kita ingin ahli dalam bidang apapun, berlatih 10.000 jam dicicil secara kontinyu setiap hari akan menjadikan kita seorang master pada waktunya nanti. Gladwell selalu meyakini, bahwa kepakaran seseorang sebenarnya bisa dilatih dan diasah.

Buku "Outliers" karya Malcolm Gladwell. Sumber : www.cbsnews.com

Begitu juga dengan bersyukur, mengasah kemampuan ini setiap harinya, adalah dengan merasakan karunia-Nya baik yang bisa kita ketahui dan yang tidak kita ketahui. Baiklah, jika penglihatan (indera mata) kita masih terang benderang saat ini, mampu melihat rupawannya teman-teman kita dalam jarak 100 meter, ini merupakan nikmat yang kita ketahui. Namun adakah nikmat yang tidak kita ketahui namun selalu dirasakan ?, ternyata banyak. Jantung kita yang sehat ini, umumnya berdetak sekira 70 kali per menit, ternyata bukan dalam kendali kita, ada kuasa Allah yang luar biasa pada peristiwa ini, makin lebih lambat atau lebih cepat denyutnya dalam waktu satu menit akan membuat ketidak normalan berikutnya pada tubuh kita yang lain.

Berikutnya, “rejeki kita tahu dimana pemiliknya, namun kita belum tentu tahu dimana rejeki kita”. Jika kita saat ini masih merasakan nikmatnya bernafas dengan udara segar dipagi hari, maka ini sejatinya merupakan sebesar-besarnya kenikmatan. Ya, oksigen yang memenuhi paru-paru kita di pagi hari itu, dihasilkan oleh proses fotosintesis tumbuhan dengan berbagai macam tahapan yang demikian kompleks. Pertanyaannya kemudian, apakah kita tahu dari proses fotosintesis tumbuhan mana yang mengirimkan oksigen itu ke sistem respirasi (pernafasan) kita ?, jawabannya kita tidak tahu. Betul, kita tidak pernah tahu dari tumbuhan mana oksigen itu berasal, apakah dari taman tetangga sebelah, ataukah dari pohon diseberang sana yang pernah ditanam oleh teman kita yang lain. Ajaibnya, oksigen yang masuk ke hidung kita ini, seperti punya GPS yang presisi, kemana dia akan “meluncur”. Ada rahasia Allah pada proses ini, mirip kendali jumlah detak jantung dan aliran darah yang senantiasa berjalan pada tubuh kita ini, manusia tak pernah tahu, yang dia tahu, dia bisa bernafas, jantungnya berdenyut dan darahnya mengalir.

Pepohonan. Sumber : bbci.co.uk

Dalam garam yang membuat masakan istri kita jadi lebih berasa, ada rahasia-Nya juga. Kita tidak pernah tahu dari deburan ombak samudera mana dia berasal, dari petani garam yang mana air laut itu diambil. Bisa jadi, deburan ombak ini berasal dari selat sunda, sudah terhitung bulan atau tahun dia ada disana, berdebur-debur, menghantam karang dan angin, menunggu dihantarkan kepada alamat si pemilik nya. Kemudian ada petani garam yang mengambil beberapa ember untuk dijadikan garam, dijemurnya ia, dari 10 ember itu hanya menjadi 5 ember saja, dengan beragam proses yang terjadi, akhirnya gegaraman ini dijual di pabrik garam di Lampung sana. Beberapa truk mengambilnya untuk dihantarkan ke pasar-pasar tradisional ke berbagai titik, ada yang ke pasar induk Jakarta, ada juga ke Bogor, dan berbagai daerah atau tempat lainnya. Beberapa pedagang eceran yang dekat wilayah kita, membeli dalam jumlah banyak, agar bisa dijual lagi ke pedagang sayur yang sering mampir ke komplek perumahan kita. Istri kita suatu pagi membeli beberapa gram, agar sayuran yang dimasaknya siang itu jadi lebih terasa nikmat. Kemudian setelah sayur mayur yang dimasak matang, tiba waktunya untuk makan siang. Lalu hanya beberapa langkah saja dari tempat kita berpijak, dilanjutkan beberapa suap sayur berisi garam dari selat sunda ini memenuhi lambung kita.

Alangkah indahnya, rejeki kita memang akan selalu tahu akan kemana dia pergi, diwaktu dan kesempatan yang paling tepat, sementara Kita, jika tlah tertakdir dari Allah untuk kita, maka tak akan meleset tempat dan waktunya.

Menurut Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, Madarij as-Salikin, cerdas bersyukur berada di tiga tempat. Pertama, berada pada hatinya, mengakui (itiraf) bahwa ada Sang Pemberi Rejeki yang mengaturnya dengan skenario yang maha detail dan terperinci, tak akan pernah meleset walau sedikitpun.

Kitab Madarij as-Salikin, karya Ibn al-Qayyim

Kedua, ada pada lisan dan perbuatannya. Bibirnya mengucap alhamdulillah seraya diiringi dengan pendayagunaan nikmat itu sesuai dengan tujuan kemanfaatannya. Jika motor Anda masih normal berjalan dengan baik, maka menggunakannya kepada tempat-tempat yang diridhoi Nya, adalah cara terbaik sebagai manifestasi kesyukuran.

Ketiga, menundukkan kenikmatan untuk ketaatan, bukan untuk kemaksiyatan. Akal yang sehat, digunakan untuk berpikir kreatif dan inovatif, pendengaran yang masih peka, digunakan untuk mendengarkan yang akan menambah kemanfaatan dalam kehidupan, sehingga makin maslahat kegunaannya, sebagai indikator sederhana bahwa kita sedang bersyukur.

Saya, orang yang masih belajar ini, mencoba mentadaburi rasa syukur ini, mirip dengan prasyarat keimanan. Bahwa iman itu ada di niat (dalam hati), lisan (ucapan) dan amalan (perbuatan). Maka mengasah kesyukuran, identik dengan melatih kita untuk lebih beriman. Semakin kita berupaya untuk bersyukur, maka semoga Allah perkenankan untuk terus memupuk rasa keimanan kita dan kecintaan kita kepada Nya. Semoga kita masih diberikan kesempatan untuk mesyukuri nikmat-nikmat dari Nya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image