Sabtu 26 Feb 2022 08:40 WIB

AS Keluarkan Izin Transaksi Keuangan dan Komersial di Afghanistan

Izin ini memungkinkan transaksi dari organisasi bantuan dan swasta.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Pekerja Afghanistan menyiapkan persediaan makanan selama kampanye bantuan kemanusiaan untuk keluarga miskin, di Kabul, Afghanistan, Rabu, 16 Februari 2022.
Foto: AP/Hussein Malla
Pekerja Afghanistan menyiapkan persediaan makanan selama kampanye bantuan kemanusiaan untuk keluarga miskin, di Kabul, Afghanistan, Rabu, 16 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) pada Jumat (25/2) mengeluarkan izin baru terkait transaksi keuangan di Afghanistan. Izin ini memungkinkan organisasi bantuan internasional dan perusahaan swasta melakukan transaksi komersial dan keuangan dengan lembaga pemerintah Afghanistan.

Izin baru tersebut merupakan perubahan dalam kebijakan AS yang telah menghambat perdagangan dengan sejumlah lembaga Afghanistan yang dipimpin oleh Taliban dan Jaringan Haqqani. Namun AS tetap mempertahankan larangan transaksi dengan pemimpin dan individu yang terkena sanksi. Izin baru tersebut tidak termasuk transfer barang-barang mewah.

Baca Juga

"Izin tersebut memperjelas bahwa, sanksi terhadap Taliban tetap berlaku. Izin baru ini memfasilitasi perusahaan swasta dan organisasi bantuan yang bekerja dengan lembaga-lembaga pemerintah Afghanistan dan membayar bea masuk, biaya, dan pajak," kata seorang pejabat senior pemerintah AS. 

Beberapa ahli mempertanyakan apakah para pemimpin jaringan Taliban dan Haqqani yang terjerat sanksi dapat dicegah untuk mengambil keuntungan dari transaksi dengan lembaga yang mereka kendalikan, tanpa mekanisme pengawasan yang efisien. Izin baru ini adalah bagian dari upaya AS untuk membantu ekonomi Afghanistan.

"Tindakan kami hari ini mengakui bahwa, penting bagi kami untuk mengatasi kekhawatiran atas sanksi yang menghambat aktivitas komersial dan keuangan," kata Wakil Menteri Keuangan Wally Adeyemo dalam sebuah pernyataan.

Amerika Serikat telah membekukan dana cadangan bank sentral Afghanistan senilai 9 miliar dolar AS, sejak Taliban mengambil alih Kabul. Hal ini telah memicu krisis uang tunai dan krisis kemanusiaan. 

Secara keseluruhan, Afghanistan memiliki aset sekitar 9 miliar dolar AS di luar negeri, termasuk 7 miliar dolar AS di Amerika Serikat. Sementara sisanya disimpan di Jerman, Uni Emirat Arab dan Swiss. Presiden AS Joe Biden pekan lalu mengeluarkan perintah untuk menyita setengah dari dana 7 miliar dolar AS yang dibekukan di Federal Reserve Bank of New York untuk rekapitalisasi bank sentral Afghanistan yang lumpuh. 

Sebelumnya, Biden menandatangani sebuah perintah untuk mencairkan aset bank sentral Afghanistan senilai 3,5 miliar dolar AS. Aset tersebut dialokasikan bantuan ke dana perwalian yang dikelola oleh PBB sebagai bantuan kemanusiaan warga Afghanistan.

Bank sentral Afghanistan meminta Biden untuk menarik keputusannya. Bank sentral Afghanistan mengatakan, uang tersebut adalah milik rakyat Afghanistan dan bukan milik pemerintah, partai atau kelompok.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement