Selasa 22 Feb 2022 23:16 WIB

3 Jurus Nadeim Cegah Kepunahan Bahasa Daerah

Dari 718 bahasa daerah, sayangnya banyak yang terancam punah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).
Foto: Antara/Dewi Fajrian
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengungkap dari 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia, banyak yang hampir punah. Dalam upaya melindungi penutur asli bahasa daerah, Nadiem menjelaskan, strategi terbaik adalah dengan memberi peluang seluas-luasnya pada semua penutur asli bahasa daerah untuk menggunakan bahasanya.

Menurut dia, itulah sebabnya Kemendikbud mengembangkan tiga model revitalisasi bahasa yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Baca Juga

"Pertama, bagi bahasa daerah yang daya hidup bahasanya masih aman, kami melakukan pewarisan lewat pembelajaran di sekolah. Bagi bahasa daerah yang daya hidupnya tergolong rentan, walau jumlah penuturnya relatif banyak, kami gunakan model kedua, di mana kita fokus bukan hanya ke sekolah tapi juga komunitas-komunitas,” kata dia saat peluncuran "Merdeka Belajar Episode Ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah" yang dilakukan secara daring, Selasa (22/2/2022).

Model ketiga, kata Nadiem, di mana daya hidup bahasa daerah kategori ini mengalami kemunduran, terancam punah, dan kritis, Kemendikbudristek akan berfokus pada komunitas, masyarakat, dan melibatkan komunitas tutur, keluarga-keluarga, forum-forum, dan tempat-tempat ibadah yang dapat dimasukkan pembelajaran bahasa daerah.

“Mengapa bahasa daerah yang berkategori aman juga masuk revitalisasi? Karena kita tidak ada jaminan bahwa bahasa akan aman selama-lamanya. Bahkan, jumlah penuturnya selalu berkurang. Karena itulah pada 2022, kami menargetkan 38 bahasa sebagai obyek revitalisasi. Harapannya, penuturnya akan bertambah," kata Nadiem.

Terkait penyelarasan Bahasa Ibu dan Bahasa Indonesia, diakui Nadiem, keduanya tidak berlawanan. Justru, kata dia, keduanya saling melengkapi dengan fungsinya masing-masing. Bahasa daerah merupakan ekspresi identitas seseorang, sementara Bahasa Indonesia adalah pengikat rasa nasionalisme.

“Tantangannya adalah jika keduanya harus dipandang dan diperlakukan sama. Faktanya, bahasa daerah dan bahasa Indonesia berbeda. Kita bisa menjadi orang Indonesia tanpa menghilangkan ciri kedaerahan kita masing-masing, termasuk dalam berbahasa. Bangsa Indonesia lahir dari keberagaman bahasa dan budaya, dan ini memperkaya identitas bangsa kita,” jelas dia.


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement