Selasa 22 Feb 2022 21:10 WIB

Uni Eropa Sanksi Perusahaan Energi Myanmar

Uni Eropa memberlakukan sanksi pada 65 pejabat dan 10 perusahaan Myanmar.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Uni Eropa
Uni Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa memperluas sanksi terhadap Myanmar usai kudeta tahun lalu. Kini sanksi itu mencakup perusahaan gas milik negara serta sejumlah pejabat tinggi.

Dikutip dari Aljazirah, Selasa (22/2/2022) dengan sanksi yang diumumkan Senin (21/2/2022) kemarin itu maka Uni Eropa memberlakukan sanksi pada 65 pejabat dan 10 perusahaan Myanmar. Aset-aset mereka akan dibekukan dan visa mereka dicabut.

Salah satu perusahaan yang disanksi adalah perusahaan minyak milik pemerintah, Myanma Oil and Gas Enterprise (MOGE). Joint venture semua proyek gas lepas pantai Myanmar termasuk ladang gas Yadana dengan Total Energies dan Chevron.

Bulan lalu dua perusahaan multinasional itu mengumumkan hengkan dari Myanmar. Sebab, pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah militer semakin buruk.

Sebelumnya dilaporkan pakar hak asasi manusia PBB mengatakan Rusia dan Cina memberikan junta Nyanmar pesawat jet yang digunakan terhadap rakyat sipil. Thomas Andrews meminta Dewan Keamanan PBB menghentikan aliran senjata yang memungkinkan kekejian dilakukan.

Dalam laporannya Andrews juga menyebut Serbia sebagai salah satu dari tiga negara yang memasok senjata ke militer Myanmar sejak junta menggulingkan pemerintah yang sah. "Dengan sepenuhnya mengetahui senjata itu akan digunakan untuk menyerang rakyat sipil," kata Andrews.

"Seharusnya tidak dapat disangkal lagi senjata-senjata yang digunakan membunuh sipil tidak boleh lagi dikirimkan ke Myanmar," tambah Andrews yang merupakan mantan anggota Kongres AS dalam pertanyaannya.

Myanmar mengalami gejolak sejak militer mengkudeta pemerintah terpilih. Mengakhiri perjalanan negara itu menuju demokrasi dan memicu unjuk rasa di seluruh negeri yang direspon tentara dengan penindakan mematikan.

Aktivis yang dikutip PBB menyebutkan setidaknya sudah 1.500 orang yang tewas di tangan junta. Mereka mengatakan lebih dari 300 ribu orang juga terpaksa mengungsi karena konflik antara militer dan milisi pro-demokrasi di desa-desa.

Junta mengatakan mereka memerangi "teroris" dan menolak apa yang mereka sebut intervensi PBB. Militer Myanmar dan menteri luar negeri Cina, Rusia dan Serbia belum dapat dimintai komentar.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan PBB menuduh junta menggunakan kekerasan berlebihan terhadap milisi dan pasukan pemberontak dari etnis minoritas. Termasuk serangan udara dan tembakan artileri ke pemukiman penduduk sipil. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement