Selasa 22 Feb 2022 15:27 WIB

Perajin Tempe Menanti Kebijakan Subsidi Harga Kedelai

Kenaikan harga kedelai mulai dirasakan sejak sekitar setengah tahun terakhir.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Pekerja memproduksi tempe berbahan kedelai impor di sentra industri rumahan.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Pekerja memproduksi tempe berbahan kedelai impor di sentra industri rumahan.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Para perajin tempe mengharapkan janji pemerintah untuk memberikan subsidi harga kedelai bisa segera diwujudkan. Sejauh ini, para perajin masih bertahan di tengah mahalnya harga kedelai tak lain agar tempe tidak hilang di pasaran.

“Kalau bicara keuntungan bagi perajin tempe, sekarang ini sangat kecil dan jauh berkurang,” ungkap seorang perajin tempe di Desa Langensari, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Ma’ruf Hidayat (47), Selasa (22/2/2022).

Di tengah situasi harga kedelai yang mahal seperti sekarang ini, jelas Ma’ruf, yang memproduksi sudah pasti untungnya tidak seberapa atau bahkan mengalami kerugian. Perajin bingung, harga 5.000 namun ukurannya semakin kecil.

Demikian halnya yang menjual juga tak kalah bingung. Selain pasokannya yang terbatas ukuran tempe yang sekarang sudah pasti berkurang dan tidak seperti biasanya.

Sebab tempe merupakan sumber protein harian yang selama ini paling terjangkau oleh masyarakat. “Kalau tiba-tiba harga tempe mahal kan daya beli masyarakat juga berkurang,” tambahnya.

Ia menjelaskan, kenaikan harga kedelai mulai dirasakannya sejak sekitar setengah tahun terakhir, mulai dari kenaikan yang hanya sebesar Rp 100 per kilogram, sekarang kenaikan harga kedelai sudah mencapai hampir Rp 5.000 per kg.

Karena harga kedelai dari pemasok yang hanya berkisar Rp 6.500 per kg saat ini sudah mencapai Rp 11 ribu per kg. Untuk menyiasati agar tidak rugi para perajin tempa hanya mengurangi ukurannya.

Kalau biasanya bahan satu kg kedelai untuk membuat satu lonjor (batang, red.) sekarang bahannya dikurangi hanya tujuh ons kedelai. Sehingga secara ukuran juga berubah namun harga jual tempa kepada para pedagang tidak berubah. “Harga jual tetap, sebab kalau dinaikkan harganya, para penjual tidak akan mau menerima," kata dia.

Dengan adanya kenaikan harga, tambahnya, maka produksi tempe di tempat usahanya tersebut juga turun drastis. Kalau biasanya memproduksi 80 kg kedelai per hari, sekarang hanya sekitar 50 kg.

“Kalau kenaikan harga kedelai terlalu tidak segera disikapi oleh para pembuat kebijakan, semakin lama daya tahan perajin tempe juga akan terus menurun,” tegasnya.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah segera mencari solusi terbaik dalam menyikapi polemik mahalnya harga kedelai di dalam negeri ini.

Jika kemarin pemerintah menjanjikan bakal memberikan subsidi harga kedelai kepada para perajin tempe dan tahu, pihaknya dengan senang menyambut kebijakan yang membuat harga kedelai dapat terjangkau.

“Yang penting apa yang dijanjikan oleh pemerintah segera dilaksanakan agar industri tempe dan tahu kembali bergairah serta masyarakat tidak lagi kesulitan untuk membeli tempe dan tahu,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement