Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fokker

Sejarah Hari Ini: Mengulas 73 Tahun Terbunuhnya Tan Malaka

Eduaksi | Monday, 21 Feb 2022, 01:36 WIB
Dokpri. Arsip Persatuan Perjuangan Tan Malaka, sumber: Kedaulatan Rakyat 1946

Tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai hari dimana Tan Malaka seorang tokoh perjuangan Indonesia terbunuh. Berbagai sumber sepakat, bahwa eksistensi Tan Malaka dalam panggung sejarah Indonesia memiliki kontribusi penting bagi upaya kemerdekaan Indonesia.

Berbagai macam polemik yang hadir dalam aspek ideologis barangkali dapat dijadikan wacana lain yang sebaiknya dilepaskan dari konteks historiografi. Harry A. Poeze menjelaskan, bahwa peran Tan Malaka dalam panggung internasional tidak dapat dianggap remeh pengaruhnya.

Dalam upaya kampanye kemerdekaan Indonesia posisi Tan Malaka kala itu telah dianggap sebagai musuh oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pendekatan reaksioner PKI dianggap sebagai upaya revolusi yang cacat tujuan dan tidak sejalan dengan tujuan revolusi nasional.

Dalam buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia, karya Harry A. Poeze, menjelaskan bahwa berbagai pertentangannya dengan konsep perjuangan PKI kala itu, membuat dirinya dianggap sebagai penganut Trotsky.

Selama di Bangkok, Tan Malaka sempat mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI), yang bertujuan untuk mempropagandakan upaya kemederkaan Indonesia di kancah internasional. Begitu pula ketika kehadirannya di Moscow, saran Tan Malaka untuk berjuang bersama dengan kelompok Pan Islamis ditentang oleh Stalin.

Ketika Indonesia telah merdeka, Tan Malaka sempat mendampingi Bung Karno dalam rapat raksasa Ikada pada September 1945. Artinya, pada tahap ini Tan Malaka mendukung perjuangan Bung Karno dalam upaya menjaga kemerdekaan Indonesia.

Tetapi hal itu berakhir tragis, usai mendirikan Persatuan Perjuangan yang didukung oleh Jenderal Soedirman, Tan Malaka melakukan upaya kudeta terhadap kepemimpinan Syahrir. Kala itu Syahrir menjabat sebagai Perdana Menteri, dengan pendekatan diplomatis terhadap Belanda.

Sebuah keputusan politis yang ditentang oleh Tan Malaka. Pendiriannya terhadap perjuangan anti diplomasi kepada penjajah, membuat dirinya ditangkap usai peristiwa 27 Juni 1946. Dalih mempertimbangkan semangat juang di berbagai front terhadap upaya diplomasi dianggapnya dapat mempengaruhi moril para pejuang.

Barisan Banteng, yang memberikan dukungan terhadap Tan Malaka pada peristiwa Solo justru mendapatkan tantangan dari PKI yang mencoba melancarkan kudeta pada tahun 1948. Dalam hal ini, para pejuang yang pernah tergabung dalam Persatuan Perjuangan, memberikan reaksi atas peristiwa Madiun.

Keberhasilan Barisan Banteng bersama TNI, khususnya Divisi Siliwangi dalam menumpas PKI Madiun, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Tan Malaka. Ia kala itu turut bergerilya hingga ke Kediri.

Jalan revolusi yang akhirnya membuat dirinya ditangkap oleh kesatuan TNI yang menentang gagasan perjuangannya. Letnan Dua Soektjo dari Batalyon Sikatan akhirnya menghabisi Tan Malaka di desa Selopanggung, Kediri. Dianggap sebagai tokoh yang berbahaya bagi perjuangan bangsa.

Anomali yang kemudian tejadi adalah, tatkala Presiden Soekarno mengangkat dirinya sebagai Pahlawan Nasional pada 28 Maret 1963. Seorang Bapak Bangsa yang dibunuh oleh bangsanya sendiri dan kemudian diangkat sebagai pahlawan karena jasa-jasanya memperjuangkan kemerdekaan adalah hal lumrah kala itu.

Lepas dari polemik sejarah, sekiranya kontribusi Tan Malaka selama masa revolusi fisik Indonesia, sepatutnya tidak dilupakan oleh generasi saat ini. Tentu banyak hikmah yang dapat diambil dari perjuangannya. Akhir kata, semoga kita adalah bagian dari generasi yang senantiasa menjaga sejarah bangsanya sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image