Ahad 20 Feb 2022 06:42 WIB

Zelenskiy Tegaskan Ukraina tidak akan Respons Provokasi Rusia

Zelenskiy desak negara Barat tidak menunggu invasi Rusia dalam menjatuhkan sanksi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
 Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan Ukraina tidak akan termakan provokasi Moskow.
Foto: EPA-EFE/SERGEY DOLZHENKO
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan Ukraina tidak akan termakan provokasi Moskow.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Presiden Ukraina Voldymyr Zelenskiy menyatakan pada Sabtu (19/2/2022), laporan bahwa Ukraina telah menembaki daerah-daerah yang dikendalikan oleh separatis Pro-Rusia dan di dalam perbatasan Rusia adalah kebohongan belaka. Dia menyatakan Kiev tidak akan termakan oleh provokasi Moskow.

Zelenskiy menjelaskan kondisi terkini kepada pejabat senior keamanan Barat di Konferensi Keamanan Munich tahunan. "Apa yang ditunjukkan kemarin di wilayah yang diduduki sementara, beberapa peluru diduga terbang dari pihak kami, beberapa terbang sampai ke Rostov, ini adalah kebohongan murni," katanya, dikutip dari Reuters, Ahad (20/2/2022).

Baca Juga

"Mereka meledakkan sesuatu di pihak mereka," ujar Presiden Ukraina itu.

Meski menyangkal menyerang separatis, Zelenskiy mengacu pada ledakan di sebuah taman kanak-kanak di wilayah timur yang diduduki. Dia mendesak para delegasi untuk tidak membiarkan retorika mengaburkan penderitaan rakyat biasa. "Anak-anak itu tidak menuju NATO. Mereka menuju ke ruang kelas mereka," kata Zelenskiy.

Zelenskiy pun mendesak negara-negara Barat untuk tidak menunggu kemungkinan invasi Rusia dalam menjatuhkan sanksi. Rusia  telah mengumpulkan sekitar 150.000 tentara di sepanjang perbatasan timur Ukraina, meski menyatakan tidak memiliki niatan melakukan invasi ke Ukraina.

Banyak delegasi di Konferensi Keamanan Munich menyerukan agar Presiden Rusia Vladimir Putin tidak melakukan eskalasi. Putin diketahui memimpin latihan kesiapsiagaan nuklir yang melibatkan penembakan rudal balistik pada Sabtu.

"Sejarah belum ditulis: ada jalan keluar yang dapat dipilih oleh pemerintah Rusia kapan saja," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock setelah pertemuan para menteri luar negeri Barat. "Pesan bersama kami kepada mereka sangat jelas. Jangan membuat kesalahan fatal ini. Tarik pasukan Anda ... Mari kita bicara," ujarnya.

Baerbock mengatakan negara-negara Barat telah menyetujui paket sanksi yang dibuat khusus yang siap digunakan dalam kasus berbagai skenario. Salah satunya termasuk jika Rusia menciptakan dalih untuk invasi dengan menuduh Ukraina melakukan agresi.

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan Putin tampaknya dipandu oleh pemahaman tertentu tentang sejarah dalam pendekatannya ke Ukraina. Dia memperingatkan bahwa di jalan itu terdapat konflik tanpa akhir. "Putin jelas-jelas telah berkecimpung akhir-akhir ini dalam sejarah Rusia,” kata Scholz menunjuk pada teks-teks yang diterbitkan Putin yang meratapi runtuhnya Uni Soviet dan sejarah Rusia.

Scholz juga menolak pembicaraan Putin tentang genosida di Ukraina timur sebagai kekonyolan. Kementerian Luar Negeri Rusia membalas bahwa pernyataan Scholz tidak dapat diterima.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi, yang negaranya dan Rusia bersekutu secara diplomatis, mengeluarkan kata-kata kasar untuk semua pihak yang bersengketa. Dia melihat mentalitas Perang Dingin yang dihidupkan kembali dalam konfrontasi tersebut.

Wang mengatakan tidak ada negara, bahkan negara adidaya, yang harus mengganti norma-norma internasional dengan kehendaknya sendiri. Namun Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menarik persamaan antara niat Rusia terhadap Ukraina dan China terhadap Taiwan.

Johnson melihat itu dengan alasan bahwa para pemimpin Barat memiliki kewajiban untuk bersikap tegas. "Jika Ukraina diserbu, goncangan akan bergema di seluruh dunia. Dan gema itu akan terdengar di Asia timur dan akan terdengar di Taiwan. Orang-orang akan menarik kesimpulan bahwa agresi membayar, dan itu mungkin benar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement