Jumat 18 Feb 2022 19:26 WIB

Demi Mendapat Minyak Goreng, Warga Lampung Rela Antre Panjang

Seorang pedagang gorengan mengaku sudah tak jualan karena sulit dapat minyak goreng.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Teguh Firmansyah
Pedagang antre membeli minyak goreng curah di Pasar Tambahrejo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/2/2022). Minyak goreng curah yang dijual khusus untuk pedagang seharga Rp10.500 per liter dan harus dijual kembali ke masyarakat dengan harga tertinggi Rp11.500 per liter.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Pedagang antre membeli minyak goreng curah di Pasar Tambahrejo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/2/2022). Minyak goreng curah yang dijual khusus untuk pedagang seharga Rp10.500 per liter dan harus dijual kembali ke masyarakat dengan harga tertinggi Rp11.500 per liter.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Antrean panjang warga yang ingin membeli minyak goreng satu 14 ribu per liter dan Rp 28 ribu per dua liter masih terjadi di toko ritel Kota Bandar Lampung, Jumat (18/2/2022). Warga rela menunggu berjam-jam hanya untuk mendapatkan jatah paling banyak dua liter migor.

Antrean warga terlihat di Toko Swalayan Chandra Supermarket di Tanjungkarang, toko ritel ternama Indomaret dan Alfamart di Panjang, Jumat (18/2) petang. Terpantau antrean di Chandra Supermarket mulai dari kasir hingga ke luar toko. Sementara di dua toko ritel Indomaret dan Alfamart antrean hanya bertahan tidak sampai dua jam sudah migor ludes terjual.

Baca Juga

Warga yang mengantre tidak saja ibu-ibu rumah tangga, tapi juga terdapat bapak-bapak yang memiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Masing-masing warga hanya dibolehkan membeli satu liter dan dua liter migor kemasan seharga pemerintah. Terdapat juga warga yang ingin membeli dan ikut antrean di toko ritel dengan mengambil dulu kupon, agar tidak terjadi antrean panjang.

“Sebenarnya kami tidak mau mengantre sampai panjang hanya untuk dua liter minyak goreng. Tapi, bagaimana lagi mencari minyak goreng, semua habis,” kata Sudarwan, penjual gorengan di Kampung Sawah.

Menurut dia, dagangan gorengannya sudah tutup karena tidak dapat lagi jatah migor kemasan maupun curah dengan harga murah. Ia mengantre migor untuk kebutuhan dapur rumah tangganya yang sudah kehabisan.

Sedangkan Lina menyuruh anaknya untuk mengantre migor dua liter di toko swalayan Chandra. Menurut dia, antrean yang panjang membuat penyakitnya kambuh. “Saya suruh anak saya saja yang antre, tapi panjang banget,” ujar ibu dua anak tersebut.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Lampung meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan agar perusahaan ekspor migor menyalurkan kuota ekspor migor 20 persen untuk kebutuhan lokal Provinsi Lampung.

Kepala Disperindag Lampung Elvira Umihanni sudah menyampaikan hal tersebut kepada perwakilan Kementrian Perdagangan yang berada di Lampung. Menurut dia, di Lampung terdapat perkebunan sawit dan pabrik migor kualitas ekspor.

“Perusahaan yang berlokasi di Lampung memiliki kebun sawit, dan mempekerjakan orang di Lampung, harus menyalurkan kuota ekspornya 20 persen untuk kebutuhan lokal,” kata Elvira.

Menurut dia, berdasarkan kebijakan domestic market obligation, setiap eksportir memiliki kewajiban menyalurkan kuota 20 persen produknya ke dalam negeri (daerah) sebesar 20 persen dari total volume ekspornya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement