Rabu 16 Feb 2022 18:57 WIB

Hapus Learning Loss Lewat Pemerataan Vaksinasi

Angka putus sekolah kembali meningkat pada 2020

Seorang guru melakukan pembelajaran jarak jauh secara daring kepada siswanya di Laboratorium Komputer SMAN 4, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/2/2022). Pemerintah daerah di wilayah aglomerasi Jabodetabek menghentikan proses pembelajaran tatap muka (PTM) setelah ditetapkan sebagai daerah berstatus PPKM level 3 dan pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan dilakukan melalui pembelajaran daring.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Seorang guru melakukan pembelajaran jarak jauh secara daring kepada siswanya di Laboratorium Komputer SMAN 4, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/2/2022). Pemerintah daerah di wilayah aglomerasi Jabodetabek menghentikan proses pembelajaran tatap muka (PTM) setelah ditetapkan sebagai daerah berstatus PPKM level 3 dan pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan dilakukan melalui pembelajaran daring.

Oleh : Ani Puji Lestari, S.Si, M.Pd

REPUBLIKA.CO.ID, Learning loss adalah istilah yang belakangan ini sering muncul dalam perkembangan dunia pendidikan kita. Learning loss merupakan dampak tidak langsung dari adanya pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diadakan selama pandemi Covid-19 di Indonesia.

Penangguhan pembelajaran tatap muka sejak awal tahun 2020 menimbulkan kekhawatiran akan penurunan kualitas pengetahuan kognisi dan keterampilan vokasi dan sosial peserta didik. Apabila kualitas peserta didik menurun, dikhawatirkan berimbas pada pembangunan secara keseluruhan.

Beberapa indikasi adanya learning loss banyak dikaitkan dengan adanya PJJ diantaranya semangat belajar yang menurun, sikap lalai dalam mengerjakan tugas, grafik nilai yang tidak normal, dan berakibat pada hal serius seperti putus sekolah. Dengan kata lain, learning loss merupakan kemunduran secara akademis dikarenakan proses pendidikan berlangsung kurang maksimal dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan definisi learning loss, kemunduran kualitas pengetahuan dan keterampilan ini sudah terjadi jauh sebelum merebaknya pandemi Covid-19. Beberapa penyebab dari kemunduran akademis yaitu libur panjang, putus sekolah, ditutupnya pembelajaran tatap muka dan sebagainya. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya jumlah pendidik dan belum memadainya fasilitas pendidikan di daerah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal).

Di Indonesia, menurut data United Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF) tahun 2016, sebanyak 2,5 juta anak Indonesia mengalami putus sekolah. Meskipun berangsur-angsur membaik sampai tahun 2019, angka putus sekolah ini kembali meningkat di tahun 2020. Hal ini diakibatkan karena ditutupnya pembelajaran tatap muka secara serentak selama pandemi Covid-19. Dengan kata lain, learning loss menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran terlebih lagi di masa pandemi Covid-19.

Saat ini, meskipun belum banyak penelitian diadakan untuk menentukan apakah pembelajaran jarak jauh merupakan alasan utama munculnya learning loss di Indonesia, namun ada banyak faktor dalam PJJ yang menjadikan proses pendidikan berjalan kurang baik. Dimulai dari penyampaian materi yang kurang luas dan leluasa dikarenakan waktu yang terbatas. Peserta didik juga mengalami kesulitan berkomunikasi dengan guru maupun teman sebaya, apalagi jika materi yang dipelajari bersifat praktikum.

Selain itu, faktor eksternal yang meliputi ketersediaan jaringan internet, fasilitas gadget, serta minimnya kemampuan dalam menggunakan teknologi informasi baik oleh peserta didik maupun guru menjadi penghambat proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan PJJ pula, belum tersedianya format yang tepat untuk diterapkan oleh guru sehingga efektivitas pembelajaran tersendat. Sehingga secara tidak langsung, masalah-masalah yang timbul dalam PJJ menyebabkan angka learning loss semakin meningkat.

Berbagai upaya selama masa pandemi Covid-19 telah dilakukan untuk mengatasi learning loss tersebut. Pada tahun kedua pelaksanaan PJJ, sekolah bekerja sama dengan orang tua berusaha membangun suasana yang nyaman selama pembelajaran. Guru memberikan pembelajaran dengan media yang inovatif dan komunikatif. Materi yang disampaikan tidak hanya berpatokan pada pencapaian kompetensi dasar dalam kurikulum, namun lebih menekankan pada tercapainya keterampilan dasar untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, format pembelajaran sudah tertata dengan baik.

Ketika kondisi dunia sudah mulai mereda dari pandemi Covid-19, pemerintah mulai memikirkan langkah untuk membuka sekolah dengan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. Pemerintah melalui para menterinya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri mengenai penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 yang diterbitkan pada tanggal 21 Desember 2021.

Melalui keputusan tersebut, diharapkan sekolah kembali dibuka dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan warga sekolah. Fokus utama dari penyesuaian SKB Empat Menteri bahwa pendidik dan tenaga kependidikan beserta peserta didik sudah tervaksinasi. Wilayah yang termasuk dalam zona level 1-3 dapat melaksanakan PTM terbatas apabila capaian vaksin dosis kedua paling sedikit 80%.

Menurut Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd, dari total 435.650 sekolah mulai dari jenjang SD sampai SMA di Indonesia sekitar 27,17% telah menyelenggarakan PTM terbatas. Dengan kata lain, terdapat 117.000 satuan pendidikan yang telah memenuhi capaian dosis kedua dan melaksanakan PTM terbatas. Namun, angka 27,17% yang melaksanakan PTM merupakan persentase yang belum dapat dikatakan membanggakan. PTM terbatas perlu dilaksanakan bagi seluruh peserta didik. Salah satu syarat agar pelaksanaan PTM memberikan rasa aman bagi peserta didik, pendidik dan orang tua yaitu dengan pemberian vaksinasi.

Namun, pelaksanaan vaksinasi di Indonesia belum bisa dikatakan sempurna. Baru sekitar 58% peserta didik menerima vaksin dosis pertama. Hanya 37% peserta didik mendapatkan dosis kedua. Serta hanya 81% pendidik baru mendapatkan vaksinasi dosis kedua. Sedangkan PTM dapat dilaksanakan dengan rasa aman apabila setidaknya 80% peserta didik dan pendidik telah melakukan vaksinasi dosis kedua. Pelaksanaan vaksinasi belum merata bagi peserta didik dan pendidik di daerah 3T. Karena pemberian vaksin belum merata, PTM tidak terlaksana secara maksimal. Akibatnya learning loss masih menjadi ancaman dalam pendidikan di Indonesia.

Beberapa kendala dalam pemberian vaksin memang kerap menjadi alasan belum meratanya pemberian vaksin. Mulai dari keterbatasan jumlah vaksin hingga belum adanya kesadaran akan pentingnya vaksinasi. Daerah terpencil dan tertinggal belum dapat dijamah oleh tim vaksinator. Kendala tersebut sebaiknya segera diatasi. Apabila kendala itu dibiarkan maka pelaksanaan PTM 100% tidak akan terealisasi.

Pemerintah dan pihak terkait sebaiknya mengambil langkah nyata dalam penyediaan stok vaksin dan menyediakan sarana prasarana agar dapat menjangkau daerah terpencil dan tertinggal. Edukasi tentang pentingnya vaksin juga harus menjadi faktor penting. Pendidik diharapkan terus giat memberikan edukasi tentang pentingnya vaksinasi kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil dan tertinggal. Pendidik sebaiknya menjadi duta vaksinasi agar dapat menjelaskan manfaat vaksinasi bagi keberlangsungan kondisi sosial ekonomi dan pendidikan.

Setelah semua kendala dalam pemberian vaksinasi teratasi, diharapkan vaksinasi merata bagi seluruh peserta didik. Tidak hanya menyentuh masyarakat di perkotaan, namun bagi masyarakat di daerah terpencil dan tertinggal. Sehingga PTM dapat dilaksanakan dengan rasa aman. Meskipun ancaman varian virus baru bermunculan, para pendidik dan peserta didik merasa aman dan nyaman ketika PTM dilaksanakan karena sudah divaksinasi. 

Vaksinasi memang bukan satu-satunya solusi agar PTM berjalan dengan baik. Namun, dengan adanya vaksinasi setidaknya pembelajaran kembali ke kondisi semula tanpa rasa khawatir. Kondisi bagi peserta didik agar memiliki kesempatan dan hak dalam membangun pengetahuan kognitif dan keterampilan vokasi serta sosial secara langsung dan merata.

Dengan kata lain, vaksinasi merupakan salah satu upaya nyata dalam mengatasi kekhawatiran kita terhadap learning loss yang begitu komplek sebagai dampak PJJ selama pandemi Covid-19 yang dirasakan lebih kurang 2 tahun terakhir. Selanjutnya, kita perlu fokus membenahi learning loss dikarenakan putus sekolah dan faktor lain. Semoga dengan langkah nyata ini, pendidikan Indonesia mampu mempertahankan kualitas peserta didik..

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement