Selasa 15 Feb 2022 19:57 WIB

Sabai: Secangkir Kopi Model Blasteran Minang-Korea

Novel Sabai merupakan kelanjutan dwilogi Dayon yang terbit pada pertengahan 2021.

Novel Sabai karya Akmal Nasery Basral.
Foto:

Ketika Dayang dan Sabai pindah ke Jakarta, Akmal menghidangkan sketsa sosial yang tak kalah menggigit, getir, bahkan lucu-satir, melalui pertunjukan topeng monyet dan seorang bencong/waria yang ngamen dari rumah ke rumah di kawasan padat penduduk. Adegan-adegan di bagian ini bisa membuat pembaca tersenyum lebar sampai tertawa terbahak-bahak karena tampaknya Akmal melakukan riset khusus menggunakan bahasa gaul yang biasa digunakan para waria dengan trampil. Kecermatan Akmal menyuguhkan teks dan konteks yang berpilin kuat ini tampaknya dimungkinkan dengan latar belakang pendidikan formalnya sebagai seorang sosiolog alumnus FISIP UI.

Bagi yang belum membaca novel pertama Dayon (“Uda Boyon) dari dwilogi ini, jangan khawatir. Di sana-sini Akmal memberikan cuplikan kisah sebelumnya, termasuk kawan-kawan Boyon sejak kecil di Kapau seperti Ibnu, Zoel, Jeffry dan pasangan Ewar-Peni, sehingga pembaca tetap bisa mengikuti kisah tanpa terganggu.

Bedanya jika pada Dayon porsi Ibnu, Zoel dan Jeffry lebih besar, maka pada Sabai porsi Peni yang lebih banyak, terutama menjelang akhir kisah yang memiliki sejumlah plot twist yang mengagetkan, namun juga menjadi kejutan menyenangkan bagi pembaca terutama berkaitan dengan “manajemen kenangan” yang dialami seseorang dengan masa lalu. Tampaknya ini tema spesifik yang masih berhubungan dengan pesan moral yang ingin disampaikan Akmal melalui dwilogi lainnya yang berjudul Dilarang Bercanda dengan Kenangan (2018) dan Gitasmara Kenangan (2020).

Novel Sabai 선우  ini juga sangat layak dibaca generasi muda, baik yang belum menikah atau yang bersiap menikah, karena terdapat pesan-pesan pentingnya persiapan menikah bukan hanya dari kemampuan ekonomi dan biologi, melainkan juga dari kesiapan menjadi orang tua dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi pada anak-anak yang akan lahir. Pesan parenting ini muncul dengan natural melalui kisah tanpa pembaca merasa digurui.

Kekuatan lain novel ini adalah bertaburannya kalimat dan dialog yang layak kutip dan bisa dijadikan inspirasi. Salah satunya, dan favorit saya, adalah ucapan Dayang kepada Sabai ketika mereka berdua menghabiskan waktu berdua untuk main ice skating. Usai berolahraga, Dayang mengajak Sabai untuk minum kopi bukan dengan mengajak secara konvensional melainkan menggunakan kalimat, “Good ideas start with brainstorming. Great ideas start with coffee.” (hal. 218).

Sebagai penyuka kopi, saya sangat setuju dengan kalimat ini. Novel inipun tambah nikmat dibaca ditemani secangkir kopi, di tengah hujan yang masih sering menggempur kita belakangan ini. Dan persis seperti secangkir kopi pahit, akhir cerita pun tak seperti kebanyakan drakor (drama Korea) dan K-Pop yang manis seperti gulali.

Akmal menyajikan ending yang—mungkin terasa—pahit bagi pembaca, tetapi memiliki efek aftertaste yang tak hilang bahkan setelah halaman terakhir ditutup dan tetes kopi terakhir disesap. Sabai 선우  adalah sebuah novel yang tak memanjakan pembaca dan melodrama dan romantisme semu melainkan menginjeksi dengan realita hidup yang menggebrak semangat.

Judul: Sabai 선우

Pengarang: Akmal Nasery Basral

Tebal: vii + 300 halaman

Penerbit: MCL Publisher, Januari 2022

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement