Selasa 15 Feb 2022 10:35 WIB

Menikah Disertai Niat untuk Ceraikan Istri dalam Waktu Tertentu

Pernikahan disertai niat menceraikan istri dianggap mempermainkan perkawinan

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Menikah. (ilustrasi) Pernikahan disertai niat menceraikan istri dianggap mempermainkan perkawinan
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menikah. (ilustrasi) Pernikahan disertai niat menceraikan istri dianggap mempermainkan perkawinan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tujuan menikah adalah untuk menjalankan ibadah dan menyempurnakan agama. Meskipun agama Islam memperbolehkan bagi pasangan suami-istri untuk melakukan perceraian, namun bolehkah melakukan pernikahan sambil berniat menceraikan pasangan setelah waktu tertentu?

Allah  SWT berfirman dalam Alquran Surah Ar-Rum ayat 21, yaitu sebagai berikut: 

Baca Juga

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Wa min aayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwaajan lataskunuu ilaiha waja’ala bainakum mawwadatan wa rahmatan inna fii dzalika la-ayatin liqaumin yatafakkarun.” 

Yang artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”  

Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama menjelaskan, mayoritas ulama ahli fikih bersepakat menyatakan bahwa siapa saja mengawini seorang perempuan tanpa menetapkan berlakunya selama waktu tertentu, sementara dalam hatinya dia berniat menceraikan perempuan itu setelah berlalunya waktu tertentu, maka perkawinannya dianggap sah adanya.

Namun demikian, pendapat seperti itu terutama di masa sekarang, tidak jarang disalahgunakan oleh sebagian orang untuk melakukan penipuan dengan kedok nikah yang dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi. 

Tidak jarang pula mereka berpura-pula menyertakan “saksi” dan “wali” palsu yang diambil dari sana dan sini, semata-mata demi memenuhi persyaratan formal, seraya dalam hati meniatkannya untuk melampiaskan nafsu seksual belaka.

Dan setelah merasa puas, tanpa bertanggung jawab sedikit pun, mereka meninggalkan perempuan-perempuan yang mereka nikahi itu untuk selama-lamanya. Barangkali perbuatan seperti inilah yang oleh Sayyid Muhammad Rasyid Ridha pernah disinyalir sebagai pernikahan yang lebih patut dinilai tidak sah dibanding dengan nikah mutah atau nikah sementara waktu.

Muhammad Bagir mengutip pernyataan Rasyid Ridha sebagai berikut,  bahwa sikap para ulama salaf (ulama dahulu) maupun ulama khalaf (masa kini) yang dengan keras menentang nikah mutah seharusnya juga menimbulkan ketegasan sikap dalam menentang nikah yang disertai dengan niat menceraikan. Namun dalam kenyataannya, para ulama menyatakan bahwa akad nikah dianggap sah walaupun si suami berniat (dalam hati) membatasi berlakunya hanya selama waktu tertentu saja.

Sepanjang dia tidak mensyaratkannya pada saat berlangsungnya akad nikah. Padahal, upayannya untuk menyembunyikan niatnya itu jelas, jelas merupakan penipuan. Karenanya, akad nikah seperti itu lebih patut dinilai tidak sah dibaning dengan akad nikah yang disertai dengan penentuan berlakunya untuk sementara, selama waktu tertentu, yang disetujui bersama antara suami dan perempuan yang dinikahi serta walinya.

Adapun keburukan yang timbul akibat akad nikah yang dipersyaratkan masa berlakunya, hanyalah dalam sikap mempermainkan ikatan suci perkawinan, dan memanfaatkannya demi pelampiasan syahwat hawa nafsu.

Baca juga: Kisah Puji dan Agus, Suami Istri yang Bersama-sama Masuk Islam

 

Sementara itu keburukan yang timbul akibat akad nikah yang tidak diungkapkan persyaratan masa berlakunya (padahal sudah diniatkan di dalam hati) jelas sekali mengandung unsur penipuan yang pasti akan berbuntut berbagai keburukan yang lebih hebat. Termasuk di dalamnya permusuhan dan kebencian serta hilangnya kepercayaan.

Bahkan di antara orang-orang yang di saat melangsungkan pernikahan, benar-benar ingin menjadikannya sarana keikhlasan dan penyucian jiwa bagi kedua suami-istri serta saling bertolongan dalam membina sebuah keluarga sehat di tengah-tengah umat.      

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement