Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asri Hartanti on Ahaa Channel

Pandangan tentang Wanita Menurut Barat Vs. Islam

Gaya Hidup | Monday, 14 Feb 2022, 17:12 WIB

Jika Anda berpikir bahwa Amerika Serikat adalah negara dimana penerapan Hak Azasi Manusia paling representatif menjadi role model, maka Anda pasti akan heran ketika menyaksikan fakta-fakta bahwa di industri perfilman dan hiburan Hollywood, dimana kebebasan bagaikan nafas dalam hidup para pelaku industri tersebut, terjadi berbagai kasus yang melibatkan tindak penodaan terhadap Hak Azasi Manusia. Ada sebuah halaman facebook yang mengulik tentang sisi kehidupan selebriti di Hollywood, yaitu tentang bagaimana industri tersebut memperlakukan para perempuan sebagai aktris.

Ada aktris kawakan Sharon Stone yang merasa terdzolimi ketika melakukan adegan tidak senonoh dengan lawan mainnya, yaitu Sylvester Stallone. Ada pula Jennifer Anishton yang merasa diperlakukan tidak senonoh oleh seorang produser film kaya raya di Hollywood, dan masih banyak lagi kasus serupa yang terjadi. Aktris-aktris tersebut merasa mereka dimanfaatkan oleh produser untuk mempopulerkan film yang mereka kerjakan.

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah tadi adalah bahwa ternyata konsep kebebasan HAM tidaklah konsisten. Di satu sisi, para aktivis HAM sering gembar-gembor soal bagaimana Islam memperlakukan wanita. Mereka berpendapat bahwa Islam menempatkan wanita sebagai makhluk yang nilainya lebih rendah daripada laki-laki.

Mereka tidak diberi kebebasan dalam memakai baju apapun yang mereka mau, atau bertingkah seperti apapun yang mereka inginkan. Intinya, Islam mengekang perempuan. Sementara HAM membebaskan kekangan ini. Wanita bisa menggunakan pakaian apapun yang mereka inginkan, bertingkah seperti apapun yang mereka inginkan.

Namun lihatlah bagaimana industri perfilman Hollywood memanfaatkan konsep kebebasan ini. Singkat kata, kebebasan tersebut mengekang kebebasan aktris-aktris pelaku industri tersebut dari melakukan apa yang mereka inginkan. Maka tidak ada yang namanya absolute freedom atau kebebasan hakiki dalam hidup ini. kebebasan itu sendiri akan mengekang kebebasan orang. Lalu kenapa ia dijadikan standar dalam melakukan segala perbuatan?

Kasus-kasus kekerasan seksual, perceraian, broken home, dan kasus-kasus sosial lainnya adalah kombinasi dari pelanggaran terhadap adab-adab tersebut di atas. Bayangkan jika setiap ibu tinggal di rumah dan mendedikasikan hidupnya untuk mendidik anak-anaknya, channel-channel televisi atau internet juga disaring sedemikian rupa sehingga tidak membentuk karakter-karakter buruk. Betapa banyak generasi muda yang akan terselamatkan dari terbentuknya karakter-karakter buruk pada dirinya. Bayangkan jika setiap wanita di dunia ini menutup auratnya. Betapa banyaknya kekerasan seksual yang berkurang.

Bagaimana dengan Islam? Bagaimana sebenarnya Islam memperlakukan wanita? Berbeda dari sudut pandang yang diambil oleh kaum feminis atau aktivis HAM, dalam Islam, stadnar perbuatan adalah ridla Allah SWT.

Dalam Islam, wanita itu berharga, layaknya sebuah berlian. Wanita harus menutup aurat, karena ketika mereka tidak melakukan hal tersebut, maka berbagai mudzorotlah yang akan didapatkan. Kasus-kasus Hollywood di atas bermuara dari cara berpakaian korban yang provokatif. Dalam berdandan, itupun ada aturannya. Jika sudah masuk kategori tabarruj, maka ini tidak diperbolehkan.

Tabarruj adalah berdandan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian terutama kaum laki-laki. Keluar rumah, untuk wanita, juga tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Yang pertama harus atas izin suami jika sudah menikah, ditemani mahrom jika bepergian sehari semalam. Perempuan sebaiknya tinggal di rumah dan tidak mencari nafkah karena kewajibannya adalah mendidik anak-anaknya. Dan masih banyak lagi adab-adab yang harus dipenuhi oleh seorang wanita muslim.

Asri Hartanti

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image