Senin 14 Feb 2022 19:00 WIB

Dukung Produksi Lokal, DPR Minta Kuota Impor Kedelai Diatur

Pengaturan impor untuk memacu peningkatan produksi kedelai lokal.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
 Seorang pekerja mengangkut biji kedelai yang telah direbus untuk dibuat tempe di Utan Panjang, Jakarta, Kamis (31/1). Sejumlah anggota Komisi IV DPR meminta importasi kedelai diatur.
Seorang pekerja mengangkut biji kedelai yang telah direbus untuk dibuat tempe di Utan Panjang, Jakarta, Kamis (31/1). Sejumlah anggota Komisi IV DPR meminta importasi kedelai diatur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota Komisi IV DPR menilai perlu adanya pengaturan terhadap kuota volume importasi kedelai yang dilakukan setiap tahunnya. Hal itu untuk memacu peningkatan produksi kedelai lokal dari para petani.

Anggota Komisi IV, Luluk Nur Hamidah, mengatakan, kenaikan harga kedelai impor yang sempat terjadi tahun lalu dan menekan para pengrajin tahu tempe harus menjadi peringatan bagi pemerintah dalam peningkatan produksi. Memasuki 2022, sinyal kenaikan harga kembali terlihat.

Baca Juga

Ia menilai, hal itu dipastikan akan menyulitkan Indonesia karena 80 persen kebutuhan kedelai untuk produksi tahu tempe dipenuhi impor.

"Bisa dimungkinkan kebijakan untuk kuota impor kedelai. Ini penting untuk memberikan kesempatan produksi kedelai nasional ditingkatkan," kata Luluk dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Pertanian, Senin (14/2/2022).

Luluk mengatakan, pengaturan antara produksi dan impor kedelai harus dilakukan secara paralel. Hal itu perlu dimulai pemerintah agar gonjang-ganjing harga kedelai internasional tidak memberikan masalah di dalam negeri.

"Sampai sejauh mana kedelai kita siap untuk ditingkatkna produksinya. Semestinya ada peta jalan dalam lima tahun," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV, Alien Mus mengatakan, kebutuhan kedelai baik untuk industri maupun konsumsi rumah tangga harus selalu dipastikan tersedia degan cukup.

Namun khusus untuk konsumsi masyarakat, seperti produk tahu dan tempe, perlu diberi aturan. "Walau saat ini impor kedelai tidak ada rekomendasi (kuota impor), tapi kalau bisa kita berikan aturan karena saat ini impor kedelai itu bebas," ujar dia.

Anggota Komisi IV, Slamet, pun mempertanyakan target produksi kedelai tahun lalu yang tidak tercapai. Sebab, tercatat, Kementan menargetkan produksi sebanyak 500 ribu ton namun hanya terealisasi 200 ribu ton. Slamet mengatakan, produksi kedelai perlu menjadi perhatian karena saat ini menjadi sumber gizi dan protein yang paling murah bagi masyarakat.

Sebagaimana diketahui berdasarkan catatan Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), kebutuhan nasional kedelai untuk tahu dan tempe sebanyak 3 juta ton per tahun. Sebanyak 1 juta ton untuk tahu dan 2 juta ton untuk tempe.

Harga kedelai internasional saat ini di tingkat importir terus mengalami lonjakan. Data Chicago Board of Trade (CBOT) pekan pertama Februari 2022 menunjukkan harga kedelai sudah mencapai 15,79 dolar AS per bushel atau sekitar Rp 11.240 per kg di tingkat importir.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperkirakan hingga Mei mendatang akan terjadi tren kenaikan harga menjadi antara Rp 11.500 - Rp 12 ribu per kg. Kemendag pun berharap agar produksi kedelai lokal bisa terus ditingkatkan demi mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pasokan impor yang terus mengalami fluktuasi harga.

Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syarifuddin mengatakan, saat ini kedelai lokal hanya memenuhi sekitar 10 persen dari kebutuhan nasional. Ia pun berharap produksi kedelai dalam negeri memasok terutama untuk kebutuhan produksi tahu sementara tempe dinilai lebih baik menggunakan impor.

Gakoptindo mendorong pemerintah agar produksi lokal bisa terus dinaikkan. "Sudah terbukti kualitas, gizi, kalori, dan proteinnya lebih tinggi dari kedelai impor jadi kami minta agar tingkatkan terus produksinya," kata Aip.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement