Senin 14 Feb 2022 16:55 WIB

Kronologi Sengketa di Desa Wadas yang Berujung Penangkapan Warga

Awal mula kasus tersebut telah dimulai sejak 2013 silam atau sembilan tahun yang lalu

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Asura membawa poster saat berunjukrasa di depan Balai Kota Malang, Malang, Jawa Timur, Senin (14/2/2022). Dalam aksi solidaritas tersebut mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus tindakan represif aparat yang terjadi di Wadas, Purworejo.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Asura membawa poster saat berunjukrasa di depan Balai Kota Malang, Malang, Jawa Timur, Senin (14/2/2022). Dalam aksi solidaritas tersebut mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus tindakan represif aparat yang terjadi di Wadas, Purworejo.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Konflik antara warga di Desa Wadas dengan pemerintah yang berujung pada aksi penangkapan 64 orang oleh polisi saat pengukuran tanah di desa tersebut, Selasa (9/2/2022) ternyata memiliki sejarah panjang. Anggota Divisi Penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kharisma Wardhatul, mengungkapkan awal mula kasus tersebut telah dimulai sejak 2013 silam atau berkisar sembilan tahun yang lalu.

2013

Kharisma mengatakan, rencana pembangunan bendungan di Kecamatan Bener sudah didengar warga sejak 2013, tepatnya di Desa Guntur. Diketahui pula sejak saat itu bahwa akan mengambil batuan andesit di Desa Wadas.

2015

Pada 2015, ada pengeboran di dua lokasi Desa Wada mengambil sampel tanah dan batu sebagai bahan uji di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).

2017

Pada 2017, BBWSSO menempelkan spanduk permohonan izin lingkungan di seluruh desa terdampak. Yang mana, di spanduk tersebut tidak mencantumkan Desa Wadas dan tidak ditempel di Desa Wadas. Sedangkan, menempelkan spanduk permohonan izin lingkungan di seluruh desa sendiri merupakan salah satu prasyarat dari izin lingkungan.

November 2017, dua orang warga dan Kepala Desa Wadas diundang dan tiba-tiba disodorkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tanpa diberi informasi atau pemahaman apapun mengenai isi. Padahal, itu seharusnya menjadi hak warga untuk mengetahui secara menyeluruh.

"Selain itu, proses Amdal seharusnya melibatkan masyarakat. Jika tiba-tiba diundang dan disodorkan Amdal-nya, berarti ada tahapan yang dilewati," kata Kharisma dalam "Riset Dampak Sosial, Wadas Tolak Perampasan Ruang Hidup" beberapa waktu lalu.

2018

Pada Maret 2018, muncul SK Gubernur 660/1/19 2018 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup dan SK 660/1/20 2018 tentang Izin Lingkungan. Dalam pengumuman Izin Lingkungan, tiba-tiba Desa Wadas sudah masuk dalam daftar pembebasan lahan.

April 2018, ada Konsultasi Publik dan warga diminta untuk tanda tangan, tapi ternyata tanda tangan tersebut digunakan sebagai prasyarat Izin Lingkungan. Pada Juni 2018, ke luar SK 590/41 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi.

2020

Pada 2020, Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan SK 539/29 2020 tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener. Yang mana, Desa Wadas masih tercantum sebagai proyek lokasi pengadaan tanah.

2021

Pada 2021, kata Kharisma, bisa dibilang momen penting karena pada 23 April warga yang sedang menghadang tiba-tiba diserang BBWSSO dan polisi. Ada sembilan warga luka-luka, 11 ditangkap, termasuk dua orang pendamping hukum dari LBH Yogyakarta.

Pada 2 Juni 2021, mereka sudah menyerahkan 13 ribu lebih suara petisi untuk menghentikan rencana tambang. Namun, pada 7 Juni 2021 Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, ternyata tetap mengeluarkan IPL Pembaruan SK 290/20 2021.

"Yang mana, itu tentunya tidak sesuai prosedur. Jadi, dari LBH Yogyakarta dan warga Desa Wadas mengajukan gugatan PTUN pada 15 Juli 2021," ujar Kharisma.

2022

Hingga kini, kondisi Desa Wadas masih jauh dari normal, apalagi nyaman, setelah penangkapan puluhan warga, Selasa (9/2/2022). Salah seorang warga, S menuturkan, kedatangan polisi yang belum berhenti membuat masyarakat sangat takut dan resah untuk berkegiatan.

"Warga takut dan masih trauma sama kejadian 23 September 2021 (patroli Polisi bersenjata lengkap) sama kejadian 8 Februari 2022 (penangkapan puluhan warga)," kata S kepada Republika, Senin (14/2/2022).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement