Senin 14 Feb 2022 10:00 WIB

Pembicaraan Kesepakatan Nuklir Iran Kini Lebih Sulit, Negara Barat Jadi Penyebab

Negara Barat dinilai berpura-pura berinisiatif untuk nuklir Iran

Red: Nur Aini
Pandangan umum ibu kota Teheran, Iran, 18 Januari 2022. Iran dan kekuatan dunia melanjutkan pembicaraan nuklir di Wina, Austria pada 17 Januari setelah istirahat sejenak yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Pandangan umum ibu kota Teheran, Iran, 18 Januari 2022. Iran dan kekuatan dunia melanjutkan pembicaraan nuklir di Wina, Austria pada 17 Januari setelah istirahat sejenak yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Seorang pejabat senior keamanan Iran mengatakan pada Senin (14/2/2022) bahwa kemajuan dalam pembicaraan untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran 2015 menjadi "lebih sulit". Dia menilai hal itu karena kekuatan Barat hanya "berpura-pura" untuk mengajukan inisiatif.

Pembicaraan tidak langsung di Austria antara Iran dan Amerika Serikat dilanjutkan pekan lalu setelah jeda 10 hari. Para delegasi mengatakan, pembicaraan itu telah membuat sedikit kemajuan sejak mereka melanjutkannya pada November setelah jeda lima bulan, yang didorong oleh pemilihan Presiden garis keras Iran Ebrahim Raisi.

Baca Juga

"Pekerjaan negosiator Iran menuju kemajuan menjadi lebih sulit setiap saat ... sementara pihak Barat 'berpura-pura' mengusulkan inisiatif untuk menghindari komitmen mereka," Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, mengatakan di Twitter.

Mikhail Ulyanov, utusan Rusia untuk pembicaraan di Wina, mengatakan di Twitter beberapa jam sebelumnya, "Kemajuan signifikan telah dibuat dalam proses negosiasi."

Pada Kamis (10/2), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, masih ada jalan panjang sebelum kesepakatan 2015 dapat dihidupkan kembali. Melalui kesepakatan tersebut, kemajuan nuklir Iran dihentikan dengan imbalan pelonggaran sanksi ekonomi AS dan negara lain.

Perjanjian itu memberlakukan pembatasan pada kegiatan nuklir Iran. Dengan pembatasan itu, waktu yang dibutuhkan Iran bisa menjadi semakin lama --setidaknya menjadi satu tahun dari sebelumnya, dua atau tiga bulan-- untuk menghasilkan bahan fisi yang cukup dalam membuat sebuah bom nuklir. Kebanyakan ahli mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan tersebut sekarang lebih pendek daripada ketika kesepakatan itu dibuat.

Iran membantah berupaya memiliki senjata nuklir. Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, pada 2018 menarik negaranya dari kesepakatan itu. AS juga memberlakukan kembali sanksi terhadap ekonomi Teheran sehingga membuat ekspor minyak --yang sangat penting bagi Iran-- terpangkas.

Iran menanggapi tindakan tersebut dengan melanggar banyak pembatasan kesepakatan dan bertindak jauh melampaui pembatasan itu. Iran kemudian memperkaya uranium ke tingkat yang membuatnya mampu membuat senjata. Negara itu juga menggunakan mesin-mesin sentrifugal canggih untuk melakukan kegiatan tersebut, yang telah membantunya mengasah keterampilan dalam mengoperasikan mesin-mesin itu.

Baca:

Polisi Selidiki Tragedi Ritual Tewaskan 11 Orang di Pantai Jember

Soal JHT, Anggota DPR: Masih Belum Puas Juga Membuat Buruh Susah.

Wali Kota Surabaya: Isolasi Terpusat Efektif Cegah Klaster Keluarga

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement