Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sugeng Winarno

Radio dan Trust

Eduaksi | Sunday, 13 Feb 2022, 14:08 WIB

Oleh: Sugeng Winarno*

Dialog Hari Radio Sedunia, 13/2/2022 di Pro 1 RRI Malang

Hari ini, Minggu, (13/2) bertepatan dengan Hari Radio Sedunia (World Radio Day). Tahun ini merupakan peringatan ke-11 sejak perdana diperingati pada 13/2 tahun 2011. Sejak dideklarasikan 2011 oleh negara-negara anggota UNESCO, dan diadopsi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2012, setiap tanggal 13 Februari kini dicanangkan menjadi Hari Radio Dunia (WRD) dan menjadi salah satu Hari Internasional PBB.

Menurut UNESCO, pemilihan tanggal 13 terikat dengan tanggal berdirinya Radio Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 13 Februari 1946. Oleh karena itu, tanggal tersebut merupakan pilihan yang wajar untuk merayakan media massa ini. Pencanangannya didahului proposal awal dari Spanyol pada tahun 2011, yang kemudian dengan suara bulat disetujui pada tahun berikutnya oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Peringatan tahun ini mengambil tema "Radio and Trust" atau Radio dan Kepercayaan. Isu terkait kepercayaan menjadi penting mengingat disaat kepercayaan telah menjadi barang langkah saat ini. Disaat banjir informasi yang terjadi, kepercayaan pada kebenaran informasi dan media pengusung informasi menjadi banyak diragukan.

Faktor kepercayaan pada informasi terkait dengan kredibilitas media dan krebilitas informasi yang disampaikan oleh media menjadi persoalan yang mengemuka. Semenjak lahirnya internet yang juga memunculkan sejumlah media turunannya seperti berapa platform media sosial (medsos) dan beragam aplikasi ternyata telah menjadikan informasi mengalir dan bergulir super cepat. Lewat medsos siapa saja bisa mengunggah dan mengunduh materi apa saja.

Dalam situasi seperti itu, lahirlah persoalan berkait dengan kredibilitas penyampai informasi dan akurasi dari informasi itu sendiri. Informasi lewat medsos cukup liar karena informasi bisa diproduksi dan diviralkan oleh mereka dengan menyembunyikan identitas yang asli. Di medsos memang memungkinkan terjadi anonimitas. Sang penyampai pesan (komunikator) sangat sulit dilacak siapa sejatinya mereka.

Situasi pandemi saat ini yang belum redah ternyata juga diperparah dengan maraknya infodemi. Saat ini kita tak hanya menghadapi pandemi Covid-19, tetapi juga infodemi, jadilah kita harus berperang melawan duodemi. Virus pandemi memang dapat mematikan, namun virus misinformasi lewat beragam kabar hobong (hoaks) juga tak kalah berbahaya. Dalam kondisi ini peran media arus utama (mainstream media) yakni radio, televisi, dan koran menjadi sangat dibutuhkan masyarakat.

Radio sebagai salah satu media arus utama masih punya kredibilitas yang cukup tinggi. Sejumlah hasil riset yang mengukur tingkat kepercayaan masyarakat pada media arus utama masih menunjukkan hasil yang menggembirakan. Media massa, termasuk radio masih menjadi rujukan masyarakat, terutama disaat masyarakat mengalami kebingungan dalam mencari informasi yang benar diantara belantara hoaks dan fake news.

Di era banjir informasi, era pasca kebenaran (post truth), era matinya kepakaran (the dead of expertise) saat ini tak gampang menemukan media yang mampu dipercaya. Radio hingga kini masih menjadi media yang masih cukup steril dari hoaks dan berita palsu (fake news). Radio masih menjadi media rujukan sejumlah masyarakat.

Kemudahan akses pada media ini menjadi keunggulannya. Kalau semula media radio hanya bersifat auditif, kini tak sedikit radio yang telah bermetamorfose hadir dalam wujud radio yang tampil secara audio visual. Akses radio pun tak lagi melulu lewat pesawat radio konvensional. Radio sekarang dengan mudah bisa diakses lewat beraneka gadget. Radio juga muncul dalam format radio streaming dan radio on demand. Radio tak melulu mengudara lewat pemancar konvensional, tetapi juga sudah bisa lewat aplikasi digital.

Radio kini telah mampu menembus daerah susah sinyal (blank spot). Radio online telah menembus batasan jarak geografis. Radio saat ini, termasuk media massa yang lain, tak lagi dibatasi wilayah. Tak ada batas wilayah geografis. Border itu telah melebur karena lewat jaringan internet semua orang bisa mengakses siaran radio kapanpun dan dari manapun.

Radio semestinya mampu memainkan perannya dengan lebih maksimal. Untuk membangun kepercayaan publik, radio harus selalu menyajikan produk informasinya yang akurat. Praktik jurnalisme radio yang profesional menjadi harga mati yang harus dilakukan semua insan radio. Radio perlu terus berusaha menyajikan beragam berita dan informasi yang mencerahkan, menciptakan optimisme, dan mampu membangun kepercayaan publik.

Seperti tujuan peringatan Hari Radio Sedunia kali ini, radio idealnya mampu berperan untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya radio dan mendorong para pengambil keputusan menggunakannya untuk menyediakan akses informasi, dan untuk meningkatkan kerja sama internasional di antara para awak radio. Radio juga masih menjadi media yang kuat untuk merayakan kemanusiaan dalam berbagai bentuk keragamannya dan menjadi platform untuk mendukung demokrasi.

UNESCO juga mengajak seluruh stasiun radio untuk dapat melayani komunitas yang beragam, menawarkan beragam program, sudut pandang dan konten, dan mencerminkan keragaman audiens dalam organisasi dan operasi mereka. Ajakan UNESCO ini sudah dibuktikan oleh sejumlah radio siaran di tanah air. Radio telah mampu menyatukan berbagai perbedaan. Perbedaan, agama, budaya, adat istiadat, afiliasi politik, dan beragam perbedaan lain telah mampu lebur lewat radio.

Selamat Hari Radio Sedunia (World Radio Day) bagi semua insan radio di tanah air. Selamat Hari Radio Sedunia untuk radio yang berposisi sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), maupun Radio Komunitas yang tersebar di banyak daerah. Semoga radio bisa terus menjalankan fungsi sebagai media pemberi informasi, edukasi, hiburan, dan kontrol sosial. (*)

*). Penulis adalah pegiat literasi media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image