Ahad 13 Feb 2022 07:46 WIB

Menteri PPPA: Stop Victim Blaming Kekerasan Seksual

Korban disalahkan dan dianggap penyebab tindak kejahatan kekerasan seksual.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga prihatin atas adanya perempuan korban kekerasan seksual yang masih mengalami reviktimisasi dan victim blaming. (Foto: Ilustrasi kekerasan seksual)
Foto: Republika/Mardiah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga prihatin atas adanya perempuan korban kekerasan seksual yang masih mengalami reviktimisasi dan victim blaming. (Foto: Ilustrasi kekerasan seksual)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga prihatin atas adanya perempuan korban kekerasan seksual yang masih mengalami reviktimisasi dan victim blaming. Ia mengatakan, saat ini korban kekerasan seksual kerap disalahkan oleh banyak pihak terkait cara bergaul dengan lawan jenis hingga cara menggunakan media sosial.

“Menjadi korban pelecehan seksual saja sudah menimbulkan trauma bagi para korban, ditambah dengan komentar atau bahkan tindakan yang tidak seharusnya diberikan kepada korban,” kata Bintang dalam keterangan pers, Sabtu (12/2).

Baca Juga

Bintang menilai victim blaming menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap korban, mulai dari adanya rasa takut untuk melapor, trauma, depresi, hingga bunuh diri. Ia menekankan menjadi korban kekerasan seksual bukanlah suatu kesalahan maupun aib. 

"Begitu banyak dampak psikologis yang dialami korban. Oleh karena itu, korban berhak mendapatkan hak atas kebenaran, pemulihan, dan perlindungan secara penuh. Tidak ada toleransi sekecil apapun karena kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Bintang. 

 

Bintang berharap, kondisi victim blaming di Indonesia bisa segera dihentikan. Ia merujuk Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.

Terlebih, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang mengatur bahwa Negara wajib memberikan perlindungan kepada perempuan dalam segala bidang, baik di bidang hukum dan politik, maupun ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan lainnya. "Sulit untuk membayangkan bagaimana kondisi para korban kekerasan seksual yang mendapat victim blaming. Korban seringkali disalahkan sekaligus dianggap sebagai penyebab terjadinya tindak kejahatan kekerasan seksual oleh masyarakat, sehingga sulit untuk mendapatkan keadilan," ucap Bintang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement