Kamis 10 Feb 2022 11:53 WIB

Warga Hong Kong Padati Salon Sebelum Pembatasan Diperketat

Warga Hong Kong padati salon sebelum pengetatan pembatasan Covid-19

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Penduduk Hong Kong berbaris di luar salon sebelum pengetatan pembatasan virus Corona mulai berlaku.
Foto: asianranking.com
Penduduk Hong Kong berbaris di luar salon sebelum pengetatan pembatasan virus Corona mulai berlaku.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Penduduk Hong Kong berbaris di luar salon rambut pada Rabu (9/2/2022). Warga memadati tempat itu sehari sebelum pengetatan pembatasan virus Corona mulai berlaku.

"Sayang sekali salon-salon rambut disuruh tutup. Sebenarnya, salon selalu mengadopsi banyak tindakan, seperti memakai masker, sejak pandemi dimulai dan itu harus aman," kata Alan Fong yang menunggu di luar salon rambut di lingkungan Wan Chai.

Baca Juga

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengumumkan sehari sebelumnya bahwa tempat-tempat ibadah dan salon rambut harus tutup mulai Kamis (10/2/2022) hingga setidaknya 24 Februari. Akan dirilis "vaksin pass" yang mengizinkan hanya orang yang divaksinasi untuk mengunjungi tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan dan supermarket.

Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, Lam juga mengatakan pertemuan pribadi akan dibatasi tidak lebih dari dua rumah tangga. Wabah di antara pengemudi truk yang mengangkut sayuran dari Cina ke Hong Kong mendorong pihak berwenang untuk memberlakukan langkah-langkah pengujian yang ketat. Pemerintah pun memerintahkan beberapa pengemudi untuk dikarantina, menyebabkan harga produk makanan segar meroket.

"Tidak ada pasokan. Kalaupun ada, biaya impornya tinggi dan kami harus menjual dengan harga tinggi," kata penjaga toko Choy Kam-hing.

Para pejabat telah memohon kepada penduduk untuk divaksinasi dan menghindari keluar. Pemerintah pun meningkatkan kapasitas pengujian dan memerintahkan tes siapa pun yang dianggap kontak dekat dengan ribuan kasus di kota.

Hong Kong telah menyelaraskan dirinya dengan kebijakan “nol-Covid” daratan Cina. Langkah ini bertujuan untuk memberantas wabah secara total, bahkan ketika banyak negara lain mengubah pendekatan mereka untuk hidup dengan virus.

Strategi itu berarti bahwa pihak berwenang sering mengambil tindakan drastis seperti mengunci kawasan perumahan untuk pengujian massal ketika kasus positif terdeteksi. Pemerintah pun dapat memberlakukan persyaratan karantina yang ketat pada pengunjung dan memerintahkan penutupan bisnis.

Keputusan kota untuk mengikuti pendekatan "nol-Covid" telah menuai kritik dari bisnis, ekspatriat, dan penduduk lokal. Mereka yang mengeluh bahwa pembatasan keras telah berdampak pada kehidupan mereka.

"Saya telah lama terganggu oleh pandemi, dan saya merasa tidak dapat berbuat apa-apa,” kata warga yang sedang diuji di stasiun pengujian seluler setelah kasus positif ditemukan di gedungnya, Judy Lau.

"Saya tidak mengerti kebijakan pemerintah. Gelombang pandemi datang dan pergi begitu saja dan itu sangat mempengaruhi kesehatan mental saya," ujarnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement