Rabu 09 Feb 2022 17:25 WIB

PBB Komitmen Akhiri Pendudukan Israel Atas Palestina

PBB berkomitmen mendukung kedua belah pihak menyelesaikan konflik mereka.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, waktu penyelesaian konflik Israel-Palestina 'hampir habis'.
Foto: AP/John Minchillo/POOL AP
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, waktu penyelesaian konflik Israel-Palestina 'hampir habis'.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, waktu penyelesaian konflik Israel-Palestina 'hampir habis'. Dia menekankan, PBB berkomitmen mendukung kedua belah pihak menyelesaikan konflik mereka.

“Kita tidak bisa melupakan tujuan yang telah lama dicari untuk mengakhiri pendudukan dan mewujudkan solusi dua negara (Israel-Palestina),” kata Guterres dalam pertemuan Committee on the Exercise of the Inalienable Rights of the Palestinian People, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga

Guterres mengatakan situasi di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur, terus menimbulkan tantangan signifikan bagi perdamaian dan keamanan internasional. “Janji kemerdekaan negara Palestina tetap tidak terpenuhi. Kondisi politik, ekonomi, dan keamanan di seluruh wilayah pendudukan Palestina memburuk karena rakyat Palestina mengalami perampasan, kekerasan, serta ketidakamanan tingkat tinggi,” ujarnya.

Dia mendesak para pihak terkait mengambil langkah-langkah konkret yang memungkinkan dimulainya kembali negosiasi perdamaian. Solusinya harus fokus pada upaya mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina sejalan dengan resolusi PBB, hukum, dan kesepakatan internasional.

“Tujuannya tetap dua negara, Israel dan negara Palestina yang merdeka, demokratis, berdampingan, layak dan berdaulat; hidup berdampingan secara damai di perbatasan yang aman dan diakui, berdasarkan garis pra 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota bersama dari kedua negara,” kata Guterres.

Pada 1 Februari lalu, organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International menerbitkan laporan setebal 211 halaman yang menyatakan Israel telah mempraktikkan sistem apartheid terhadap rakyat Palestina. Amnesty menyebut, temuannya didasarkan pada penelitian dan analisis hukum. Kasus-kasus yang dikaji antara lain penyitaan tanah dan properti warga Palestina oleh Israel, pembunuhan di luar hukum, pemindahan paksa, serta penolakan kewarganegaraan.

Amnesty International mengatakan, tindakan-tindakan Israel tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan sistem penindasan dan dominasi. Di sisi lain, hal tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dari apartheid. “Kesimpulan kami mungkin mengejutkan dan mengganggu, dan memang seharusnya begitu,” ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard dalam konferensi pers di Yerusalem.

Dia mengatakan, beberapa pejabat di pemerintahan Israel mungkin akan menuding Amnesty International anti-Semit atau berusaha mengacaukan negara tersebut. Namun Callamard menegaskan bahwa tuduhan semacam itu tidak berdasar.

Merespons peluncuran laporan tersebut, Pemerintah Israel menuding Amnesty berusaha mengonsolidasikan dan mendaur ulang kebohongan. Tel Aviv menilai, laporan itu didesain untuk menuangkan “bensin” ke api antisemitisme. Sementara Palestina menyambut langkah Amnesty merilis laporan itu.

“Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Majelis Umum berkewajiban untuk mengindahkan bukti kuat yang disajikan oleh Amnesty serta organisasi HAM terkemuka lainnya dan meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatannya terhadap rakyat Palestina, termasuk melalui sanksi,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement