Rabu 09 Feb 2022 17:55 WIB

Jejak 'Si Abah' di Gunung Sawal

Saat ini, tersisa 10 ekor macan tutul di Suaka Margasatwa Gunung Sawal.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Sisa kerangka Si Abah, macan tutul yang ditemukan mati di Gunung Sawal.
Foto: Dok. Kantor Bidang KSDA Wilayah III Ciamis
Sisa kerangka Si Abah, macan tutul yang ditemukan mati di Gunung Sawal.

REPUBLIKA.CO.ID, CIAMIS -- Kantor Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah III Ciamis memastikan kematian Si Abah, seekor macan tutul (panthera pardus), di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Abah ditemukan mati dengan kondisi menyisakan tulang belulang di area perkebunan milik warga yang berjarak sekitar 500 meter dari dalam kawasan, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis.

Kepala Bidang KSDA Wilayah III Ciamis, Andi Witria mengatakan, Si Abah mati secara alami karena usia. Diperkirakan, Si Abah mati di usia 14 tahun, yang notabene merupakan usia senja seekor macan tutul yang hidup di habitat aslinya. "Dia mati secara alami, mati dengan tenang di habitatnya," kata Andi, saat dihubungi Republika, Rabu (9/2/2022).

Dia menjelaskan, Si Abah kali pertama ditemukan mati oleh warga sekitar pada 3 Februari 2022. Ketika itu, warga melihat tulang-belulang di area perkebunan warga. Awalnya, tulang-belulang itu dikira adalah bangkai kambing atau domba. Namun, saat diperiksa lebih detil terdapat taring di bagian giginya. 

Penemuan tulang-belulang itu kemudian dilaporkan kepada petugas KSDA. Setelah diperiksa ke tempat kejadian perkara (TKP), di sekitar tulang-belulang itu terdapat sisa-sisa belatung. Sementara bagian kulitnya sudah hampir tak tersisa.

"Itu menandakan, Abah tidak mati karena diracun. Karena ada belatung di tulang-tulangnya," kata dia.

Tulang-belulang itu kemudian dibawa ke Kantor Bidang KSDA Wilayah III untuk diperiksa. Kebetulan, KSDA memiliki data mormometrik Si Abah, yang sebelumnya pernah dua kali tertangkap oleh warga. 

Hasil pemeriksaan itu, tulang-belulang itu cocok dengan data mofimetrik Si Abah, terutama dari susunan giginya. Dokter hewan juga telah menyatakan tulang-belulang itu merupakan milik Si Abah. "Jadi 99 persen itu adalah Abah," kata Andi.

Dia menyebutkan, tidak ada tanda Si Abah mati karena dibunuh atau diracun. Di sisa tulangnya, tidak ditemukan bekas bahan kimia. Di sekitar TKP juga telah diperiksa dengan pendeteksi logam, dan tidak ditemukan adanya bekas peluru. Tulang-tulang Abah juga masih dalam kondisi lengkap dan baik. Tidak ada retakan seperti habis dipukul.

Pegiat konservasi Kabupaten Ciamis, Ilham Purwa, menilai, Si Abah merupakan macan tutul yang memiliki sejarah dalam perjalanan aktivitas konservasi di daerah itu. Pasalnya, Si Abah merupakan macan tutul pertama yang terdeteksi keberadaannya di Gunung Sawal. 

Dia menjelaskan, Si Abah kali pertama diketahui keberadaannya di Gunung Sawal pada 2016. Ia merupakan macan tutul pertama yang terekam kamera di Gunung Sawal saat dilakukan pendataan oleh KSDA.

"Sebelumnya, bertahun-tahun ke belangan tidak dapat dipastikan keberadaan macan tutul di kawasan itu," ujar dia.

Setelah terekam kamera, pada 2018, Si Abah dilaporkan tertangkap oleh warga di wilayah Desa Cikupa, Kabupaten Ciamis. Kemudian Abah dievakuasi dan berhasil diselamatkan. Satwa itu kemudian dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

Pada 2019, aktivitas Si Abah kembali terekam oleh kamera. Saat itu, satwa itu masih berada di habitatnya, Suaka Margasatwa Gunung Sawal

Namun, pada 2020 Si Abah kembali tertangkap oleh warga di lokasi yang sama dengan tempat tertangkap sebelumnya. Setelah tertangkap warga, Abah sempat menjalani perawatan di Bandung Zoological Garden.

Ketika pertama kali dibawa dari Ciamis, kondisi Abah sangat mengkhawatirkan. Macan tutul itu dalam keadaan lemas, stres, dan fesesnya cair. Feses cair itu merupakan indikasi kalau macan tutul mengalami stres. 

Selain itu, gigi seri Abah pada bagian bawah sudah habis, gigi seri bagian atas tersisa seeparuh, dan gigi taring bagian kiri bawah sudah patah. Tak hanya itu, kulit satwa juga terdapat parasit dan memiliki gangguan ginjal. 

Ketika itu, Abah memang sudah memasuki usia senja untuk seekor macan tutul yang hidup di alam bebas, yaitu sekitar 12 tahun. Dengan kondisi itu, otomatis kemampuan berburunya menurun. Namun, macan tutul itu akhirnya dapat dilepasliarkan kembali ke habitatnya, meski memang telah diprediksi hidupnya di hutan tak akan lama lagi.

"Sejak awal, kami sebagai pegiat konservasi, ingin Abah dilepasliarkan kembali saat tertangkap. Karena menurut kami, lebih baik Abah mati di habitatnya daripada di kandang," kata Ilham.

Usai dilepasliarkan kembali pada Agustus 2020, Abah sempat terekam kamera pada Novemer 2021. Ketika itu, Si Abah terekam kamera saat hendak memangsa ternak warga.

Namun, sejak awal Januari aktivitas Si Abah sudah tidak lagi terdeteksi. Baru pada Februari Abah ditemukan mati dalam kondisi menyisakan tulang-belulang.

"Di satu sisi saya sedih, karena dengan kematian Abah, populasi macan tutul berkurang. Namun di sisi lain, ada rasa kebanggaan karena Abah bisa bertahan hingga akhir hayatnya di Gunung Sawal," ujar Ilham.

 

photo
Infografis Si Abah, macan tutul yang mati di Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. - (Dok. Kantor Bidang KSDA Wilayah III Ciamis.)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement