Selasa 08 Feb 2022 18:14 WIB

Bappenas Sempat Bingung Mengapa Ada Tukang Las China di Proyek KA Jakarta-Bandung

Bahan rel yang dipakai berkualitas tinggi sehingga perlu tukang las dari China.

Pekerja memasang rel kereta di kawasan Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ahad (23/1/2022). Presiden Joko Widodo berharap, uji coba Kereta Cepat Jakarta Bandung yang saat ini sudah mencapai 79,9 persen sudah bisa dilakukan pada akhir tahun 2022, dan sudah siap operasional pada bulan Juni 2023.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Pekerja memasang rel kereta di kawasan Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ahad (23/1/2022). Presiden Joko Widodo berharap, uji coba Kereta Cepat Jakarta Bandung yang saat ini sudah mencapai 79,9 persen sudah bisa dilakukan pada akhir tahun 2022, dan sudah siap operasional pada bulan Juni 2023.

REPUBLIKA.CO.ID  JAKARTA -- Pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sempat bingung dan bertanya-tanya mengapa tukang las proyek kereta cepat Jakarta-Bandung didatangkan dari China. Temuan itu diperoleh saat mereka mengunjungi proyek tersebut.

"Sebagai contoh kami mengunjungi kereta cepat Jakarta- Bandung, itu awalnya membingungkan saat kami melihat misalnya, tukang las berasal dari Tiongkok," ujar Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Pungky Sumadi saat rapat Panja Pengawasan Penanganan Tenaga Kerja Asing dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga

Namun, Pungky melanjutkan, setelah pihak Bappenas diskusi dengan pelaksana ternyata rel yang ada kualitasnya sangat tinggi dari tingkat kepadatan dan campuran besinya. Adapun itu belum mampu diproduksi oleh Krakatau Steel. Begitupun dari sisi ukuran yang satu batang ukurannya mencapai 50 meter.

"Yang kita belum pernah bisa membuatnya. Untuk itu dibutuhkan teknik dan alat pengelasan berkualitas tinggi yang memang kita belum miliki," ujarnya.  

Baca juga, https://www.republika.co.id/berita/r6xuo6370/pembangunan-kereta-cepat-jakarta-bandung-capai-79-persen.

Hal-hal seperti itulah,lanjut Pungky, yang didapatkan di lapangan. Ini juga yang menjadi alasan mengapa masih ada tenaga asing bersifat teknis. "Karena kita memang belum punya kapasitas itu," jelasnya.

Secara garis besar Pungky mengungkapkan, kecenderungan penggunaan tenaga kerja asing menurun. Pun jika dibandingan dengan negara tetangga rasio penggunannya kecil. Saat ini posisi Indonesia 1:2880 orang. Artinya setiap 2.880 ada 1 tenaga kerja asing. Sementara di Thailand 1:17, Malaysia 1:12, Singapura 1:2, dan Australia 1:4. "Jadi sebtulnya mereka memang mendduki posisi keahlian-keahlian yang terlarang di sini."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement