Selasa 08 Feb 2022 12:10 WIB

Komisioner KPAI: 25 Persen Orang Tua Peserta Didik Usulkan Hentikan PTM

Komisioner KPAI berharap, pemerintah tidak mengabaikan suara sebagian orang tua.

Rep: Fauziah Mursid  / Red: Ratna Puspita
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut, ada sekitar 25 persen orang tua yang disurvei mengusulkan agar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen dihentikan sementara. (Foto: Retno Listyarti)
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut, ada sekitar 25 persen orang tua yang disurvei mengusulkan agar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen dihentikan sementara. (Foto: Retno Listyarti)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut, ada sekitar 25 persen orang tua yang disurvei mengusulkan agar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen dihentikan sementara. Retno mengatakan, hal itu terungkap dalam survei yang ia lakukan kepada orangtua tentang PTM  di tengah melonjaknya kasus Omicron di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Retno mengungkap, alasan suara orangtua tidak mendukung kebijakan PTM 100 persen karena Indonesia memasuki gelombang ketiga Covid-19. Selain itu, terdapat anak yang belum mendapatkan vaksin atau belum di vaksin lengkap dan kesulitan menjaga jarak pada anak, terutama peserta didik TK dan SD, jika kapasitas PTM 100 persen.

Baca Juga

“Mayoritas orangtua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus covid, terutama omicron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari Delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular,” ujar Retno Retno dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/2/2022).

Ia menambahkan, orang tua yang mengusulkan penghentian PTM tersebut adalah mereka yang tidak mendukung kebijakan PTM 100 persen. Hasil survei mengungkap, responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah  61 persen, sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut  berjumlah 39 persen.  

Ia mengatakan, responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen beralasan, anak-anak mengalami kejenuhan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan lebih sibuk bermain game online ataupun media sosial atau tidak bisa mendampingi anaknya untuk PJJ. Kondisi ini membuat proses pembelajaran menjadi tidak efektif. 

"Data tersebut menunjukkan bahwa alasan  para orangtua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus covid sedang meningkat adalah mengkhawatirkan //learning loss// pada anak-anak mereka, karena mereka menilai PJJ kurang efektif sehingga anak-anak mereka menemui kesulitan memahami materi selama proses pembelajaran," ujarnya.

Meski jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, Retno berharap pemerintah tidak boleh mengabaikan suara sebagian orang tua murid tersebut. Ia menilai, kelompok ini harus difasilitasi dengan ijin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM di semua level PPKM. 

Sebab, ketika kebijakan PTM 100 persen maka ijin orang tua tidak ada lagi. “Suara orangtua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sangat amat patut menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah," kata Retno.

"Atas dasar konvensi Hak Anak, pada masa pandemik, Negara harus mengutamakan keselamatan anak di atas segalanya. Hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan di nomor 3, urutannya seharusnya demikian," katanya.

Survei ini melibatkan 1.209 partisipan survei yang didominasi DKI Jakarta (74 persen), Jawa Barat (20 persen), Banten (4 persen) ini. Survei dilakukan  pada periode 4 sampai 6 Februari 2022.

Pekerjaan responden adalah guru/dosen (8 persen) dan selain guru/dosen (92 persen). Adapun, jenjang pendidikan anak-anak responden yang terbanyak adalah jenjang SMA/SMK/MA/SLB mencapai 71 persen; kemudian SMP/MTs/SLB (15 persen) dan SD/MI/SLB (14 persen).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement