Sabtu 05 Feb 2022 18:51 WIB

ISIS di Suriah Kembali Bangkit, Kurdi Butuh Bantuan Menghadapinya

Kurdi membutuhkan bantuan untuk menghadapi sel-sel bangkit ISIS

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah pasukan ISIS bentrok dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi di Penjara Gweiran di Hassakeh, Suriah. (ilustrasi). Kurdi membutuhkan bantuan untuk menghadapi sel-sel bangkit ISIS
Foto: Kurdish-led Syrian Democratic Forces, via AP
Sejumlah pasukan ISIS bentrok dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi di Penjara Gweiran di Hassakeh, Suriah. (ilustrasi). Kurdi membutuhkan bantuan untuk menghadapi sel-sel bangkit ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, HASSAKEH – Kurdi di kawasan Suriah barat mengatakan serangan di Penjara Gweiran menunjukkan kelompok itu tidak mendapatkan cukup bantuan untuk menghadapi kelompok ISIS karena kekuatannya kembali.

Butuh waktu 10 hari, tetapi pasukan pimpinan kelompok yang didukung Amerika Serikat (AS) mengalahkan para milisi yang menyerang fasilitas di kota Hassakeh itu. 

Baca Juga

Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi mengatakan serangan penjara 20 Januari tidak mengejutkan. Sumber intelijen lokal telah menunjukkan semakin banyak bibit ISIS di daerah tersebut. 

Tapi, Kurdi mengakui  terhambat dalam bertindak karena berbagai tekanan, termasuk konflik dengan Turki, bantuan internasional yang tidak mencukupi, dan krisis ekonomi Suriah. 

"Alasan utama mengapa sel-sel tidur ISIS semakin meningkat dan kuat adalah karena keheningan internasional dan lemahnya dukungan (untuk SDF) untuk melawan terorisme,” kata  kepala unit komando yang memerangi ISIS di penjara, Haval Qortay. "Kami mengandalkan sumber daya yang tidak cukup untuk bertarung," ujarnya. 

ISIS mengalami pukulan dengan serangan Amerika Serikat di barat laut Suriah yang menewaskan pemimpin kelompok itu, Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi, pada Kamis (3/2). Tapi itu tidak mungkin untuk menggagalkan pemberontakan terus-menerus kelompok itu di Irak dan Suriah karena komandonya menjadi jauh lebih terdesentralisasi setelah kekalahan teritorial kelompok itu dua tahun lalu. 

"Untuk beberapa waktu sekarang kepemimpinan puncak ISIS telah memberikan panduan strategis yang luas kepada organisasi global, tetapi bukan komando dan pengaturan sehari-hari,” kata analis senior di International Crisis Group Dareen Khalifa. 

"Berbagai elemen ISIS akan terus melaksanakan pemberontakan lokal mereka sampai penggantinya yang baru disebutkan," katanya. 

Sejak ISIS kehilangan kendali terakhirnya di wilayah mana pun pada 2019, para militannya telah bersembunyi.

Mereka telah melakukan serangan tabrak lari tingkat rendah di Suriah dan Irak, terutama menargetkan pasukan keamanan. Serangan-serangan itu telah berkembang, menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok itu mendapatkan momentum. 

Wilayah timur laut Suriah, diperintah oleh pemerintahan yang didominasi Kurdi, SDF telah menjadi kekuatan utama yang berusaha menekan ISIS, dengan dukungan beberapa ratus tentara AS. Pada saat yang sama, SDF harus mengawasi sekitar 10 ribu pejuang ISIS yang ditangkap di sekitar dua lusin fasilitas penahanan, termasuk 2.000 orang asing yang negara asalnya menolak untuk memulangkan mereka. 

Pasukan itu juga mengawasi sekitar 62 ribu anggota keluarga pejuang ISIS, kebanyakan perempuan dan anak-anak di kamp al-Hol. Banyak dari anggota keluarga itu tetap menjadi pendukung fanatik ISIS dan kamp tersebut telah menyaksikan serangan kekerasan milisi.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement