Jumat 04 Feb 2022 11:32 WIB

Tren Restrukturisasi Kredit Perbankan Melandai

Potensi gagal bayar debitur program restrukturisasi kredit bisa mencapai 5 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Kredit bank (ilustrasi)
Foto: Tim Infografis Republika
Kredit bank (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren restrukturisasi kredit di industri perbankan terus melandai. Hingga Desember 2021, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mencatat realisasi restrukturisasi kredit sebesar Rp 156,93 triliun hingga akhir Desember 2021. 

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan total akumulasi restrukturisasi yang mencapai Rp 245,22 triliun. "Selisihnya ada yang lunas, ada yang lanjut berjalan dan ada juga yang tidak terselamatkan, tapi angkanya tidak lebih dari 5 persen," kata Sunarso, Kamis (3/2/2022). 

Baca Juga

Tren yang serupa juga dialami oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Hal ini terjadi seiring dengan momentum pemulihan ekonomi. Hingga akhir Desember 2021, total restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di Bank Mandiri yaitu sebesar Rp 69,7 triliun, 

Menurut Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi, posisi ini menurun dibandingkan kondisi akhir tahun 2020 yang mencapai Rp 93,3 triliun. Sebagai langkah antisipasi potensi penurunan kualitas kredit, Bank Mandiri terus menjaga pembentukan pencadangan. 

"Per akhir Desember 2021, Bank Mandiri telah membukukan biaya CKPN sebesar Rp 13,9 triliun dengan rasio NPL coverage berada di level yang memadai," ujar Darmawan. 

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) mencatat nilai baki debet restrukturisasi kredit sudah menurun menjadi Rp72,12 triliun pada akhir 2021. BNI telah melakukan pemupukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) senilai Rp50,29 triliun untuk mengantisipasi gagal bayar.

"Pada 2022, BNI tentunya akan terus berupaya memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi untuk meningkatkan kualitas kredit,” kata Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menyampaikan, potensi gagal bayar debitur dari program restrukturisasi bisa mencapai 5 persen. Industri perbankan pun diminta untuk mengantisipasi hal tersebut. 

"Berdasarkan survei, secara industri, yang berpotensi gagal bayar 5 persen. Di OJK, kami melakukan pemantauan bank per bank," kata Heru. 

OJK mencatat, hingga Desember 2021 jumlah outstanding restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp663 triliun. Porsi nilai restrukturisasi debitur nonUMKM mencapai 61 persen atau senilai Rp406,7 triliun dan untuk debitur UMKM senilai Rp256,7 triliun atau 39 persen. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement