Jumat 04 Feb 2022 10:59 WIB

Erick, Anies, Ridwan Kamil, dan Gangguan Terhadap Parpol Besar

Sekalipun elektabilitas makin tinggi, Erick, Anies, Ridwan Kamil tak punya kendaraan

Sekalipun memiliki elektabilitas yang makin tinggi,  Erick, Anies, Ridwan Kamil masih belum punya kendaraan untuk maju di Pilpres 2024. Foto Menteri BUMN Erick Thohir bersama Anies Baswedan (ilustrasi).
Foto: Prayogi/Republika.
Sekalipun memiliki elektabilitas yang makin tinggi, Erick, Anies, Ridwan Kamil masih belum punya kendaraan untuk maju di Pilpres 2024. Foto Menteri BUMN Erick Thohir bersama Anies Baswedan (ilustrasi).

Oleh : Agus Rahardjo, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID,  Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah, dan DPR sudah menyepakati jadwal pelaksanaan Pemilu pada 14 Februari 2024. Jam hitung mundur bagi mereka yang berkepentingan pada hajatan lima tahunan sudah dipasang. Sejumlah nama potensial dapat terganjal untuk mencalonkan diri jika tak dipilih partai politik. Mereka belum menyandang status kader parpol hingga saat ini.

Ada nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang namanya kerap berada di tiga teratas survei elektabilitas calon presiden. Ada juga nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang masuk daftar elektabilitas tinggi, serta Erick Thohir yang namanya terus melejit dengan gebrakan-gebrakan yang dilakukannya memimpin BUMN.

Jika ingin mencalonkan diri di pilpres, mereka harus memiliki kendaraan parpol atau gabungan parpol untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Tanpa itu, mimpi menjadi presiden tetaplah hanya mimpi, mereka tak akan bisa sekadar untuk mencalonkan diri.

Kecuali, Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah garis nasib mereka dengan mengabulkan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Soal ini, MK sudah berulang kali memutuskan menolak uji materi tentang presidential threshold 20 persen ini. Meskipun, MK belum memutus uji materi yang diajukan mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Ridwan Kamil sudah mengumumkan bakal memilih parpol tahun ini. Masuknya Kang Emil ke parpol bisa meringankan posisinya untuk melobi parpol lain berkoalisi. Meskipun, hal itu tak sepenuhnya menentukan pencalonannya. Anies Baswedan sendiri, meski belum mendapat rekomendasi parpol manapun, namanya sudah disebut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PAN sebagai sosok yang dipertimbangkan.

Presiden PKS Ahmad Syaikhu sudah pernah menyebut partainya selalu bersama Anies Baswedan sejak Pilkada DKI Jakarta. Pernyataan itu bahkan sudah diucapkannya pada Mei 2021 di Aceh. Nama Anies, bersama Kang Emil, serta Erick Thohir juga disanjung Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan saat gelaran Zulhas Award, Sabtu (29/1/2022). Meskipun, menyebut Gubernur Jawa tengah sebagai sosok potensial, penulis memprediksi PKS tak akan memilih Ganjar.

Selain PKS dan PAN, Nasdem juga memiliki kedekatan, baik dengan Anies maupun Kang Emil. Sementara Erick juga disebut Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai calon potensial yang akan didukungnya. Bahkan, Erick selalu didorong politikus Partai Hanura yang kini menjadi Kepala BP2MI Benny Rhamdani untuk menjadi capres.

Ketiga nama itu tak akan mampu mencalonkan diri jika tak diusung gabungan parpol. Seumpama Nasdem, PKS, PAN, dan PPP begabung, mereka bisa mengusung satu paslon pilpres 2024. Bisa dipasangkan, Anies-Erick, Anies-Ridwan Kamil, atau Erick-Ridwan Kamil. Siapa capres, siapa cawapres, bisa disesuaikan dengan hasil survei teratas. Namun, gabungan empat parpol ini tentu mengganggu rencana parpol besar yang tinggal mencari sosok cawapres.

Gerindra tetap menjagokan ketum mereka Prabowo Subianto. Meskipun sudah kalah dua kali di Pilpres 2014 dan 2019, nama Prabowo tetap berada di level atas dalam berbagai survei elektabilitas capres. Strategi Prabowo mengambil posisi Menteri Pertahanan pasti juga untuk menjaga momentumnya bisa kembali maju di Pilpres 2024.

Ada juga nama Airlangga Hartarto yang sudah dimunculkan Golkar untuk diusung sebagai capres. Meskipun saat ini elektabilitas Airlangga masih rendah, Golkar tetap optimistis bisa mendongkrak nama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini dalam tiga tahun jelang pemilu. Baik Gerindra maupun Golkar berniat mencari sosok tepat untuk mendampingi capres mereka. Meskipun, masih ada dua parpol tengah yang juga ngotot menjagokan ketum mereka untuk maju di Pilpres 2024.

Partai Demokrat teguh mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Demokrat harus realistis melihat kekalahan AHY di Pilkada DKI Jakarta dari Anies sebagai pertimbangan parpol menengah kemungkinan lebih melirik Anies ketimbang putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini. Sementara, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengajukan Muhaimin Iskandar sebagai calon dari mereka. PKB sendiri sudah menebar narasi Cak Imin cocok jika dipasangkan dengan Prabowo Subianto.

Namun, peta politik tak bakal pakem. Airlangga dan Golkar bisa saja merusak angan-angan indah parpol tengah dengan mengajak Anies atau Erick sebagai cawapres mereka. Hal ini tentu akan membawa sejumlah parpol menengah bergabung.

Nasib Ganjar

Jika Anies, Erick, dan Ridwan Kamil masih belum bisa mencalonkan diri karena tak memiliki partai. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo harus bergelut dengan sesama kader untuk mendapatkan restu dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bagi PDIP, satu-satunya parpol yang bisa mengusung sendiri capres-cawapresnya, tak lagi dipusingnya mencari sosok paslon. Meskipun, mereka tak bakal mengusung capres-cawapres sekaligus dari internal partai sendiri.

Namun, PDIP bakal santai hingga detik-detik akhir penutupan pendaftaran bakal capres-cawapres. Penulis mengamini pernyataan Direktur Voxpol Pangi Sarwi Chaniago yang dipakai PDIP untuk tetap mendongkrak elektabilitas partainya. Yakni, membiarkan kader bekerja sendiri menaikkan elektabilitasnya masing-masing. Toh, efek jas ekor tetap mengikuti PDIP.

Ada Puan Maharani yang mulai agresif sejak menjabat Ketua DPR yang mencoba memperbaiki elektabilitasnya. Berbagai cara sudah dilakukan putri dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ini. Di lain pihak, elektabilitas Ganjar juga kian moncer setelah saat menjadi Gubernur Jateng. Keduanya bahkan hingga saat ini masih terlihat adu tegang merebut hati kader partai berlambang banteng moncong putih, terutama merebut pilihan sang Ketum.

Siapapun yang nantinya dipilih Megawati, keduanya tetap kader PDIP yang secara tak langsung ikut mendongkrak suara partai. Bagi Megawati, jika pilihan terburuk dijatuhkan pada Ganjar, PDIP tetap meraih untung secara partai. Harus diakui, memang akan lebih menguntungkan bagi trah Sukarno, jika Puan bisa memenangi Pilpres 2024. Hal itu membuat sumber daya yang dimiliki Megawati beserta PDIP diprediksi ikut mendongkrak Puan menjadi capres dan membiarkan Ganjar sendirian jatuh-bangun dengan elektabilitasnya.

Sisa waktu terus berkurang, diprediksi, tengah tahun ini, sudah ada kesepakatan antarparpol untuk mengusung calon. Meskipun, belum tentu bakal diumumkan saat itu juga. Namun, kesepakatan ini membuat mereka fokus bekerja mendongkrak elektabilitas di sisa waktu jelang hari pencoblosan tahun 2024. Siapapun yang diusung dan mencalonkan diri, seluruh masyarakat berharap, tak ada polarisasi berlebihan. Jangan ada perang saudara, karena kita sama-sama Indonesia. Sama-sama dalam Bhineka Tunggal Ika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement