Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Haikal Luthfi

Mengenal Alexithymia, Ketika Seseorang Sulit Mengungkapkan Emosi

Gaya Hidup | Thursday, 03 Feb 2022, 19:34 WIB

Tahukah kamu, tidak semua orang bisa mengungkapkan emosinya dengan baik. Tetapi, bagi mereka yang mengalami alexithymia, hal ini justru menjadi sesuatu yang sulit. Karena tidak bisa mengungkapkan emosi.

Ya, bagi kamu yang pernah membaca novel Almond yang ditulis oleh Sohn Won-pyung, kelainan ini begitu nyata. Alexithymia adalah istilah dalam psikologi untuk menggambarkan suatu kondisi ketika seseorang bingung tentang perasaannya. Lebih sederhananya, kondisi yang menyebabkan seseorang menjadi datar secara emosional.

Sejatinya, alexithymia sendiri tidak tergolong gangguan mental. Seseorang dapat mengalami alexithymia bersamaan dengan adanya gangguan jiwa atau tidak. Berikut penjelasan lebih detail mengenai jenis kelainan ini.

Apa itu alexithymia?

Ilustrasi alexithymia

Alexithymia adalah gangguan neurologis yang membuat tidak mungkin untuk mendeteksi dan mengenali emosi sendiri dan, oleh karena itu, membuatnya tidak mampu mengekspresikan emosi orang yang terkena, sehingga tampak bahwa mereka adalah orang tanpa emosi.

Seorang dengan alexithymia tidak dapat menunjukkan belasungkawa atau kesedihan atas kehilangan orang yang dicintai dari seorang teman atau anggota keluarga, atau tidak dapat menunjukkan kegembiraan ketika mempromosikan rekan kerja untuk suatu pekerjaan. Di mata orang lain, ini dianggap sebagai orang yang kurang perasaan, tidak sensitif secara emosional, dingin, penuh perhitungan, dan pragmatis.

Hal ini menyebabkan mereka mudah diliputi oleh sensasi yang tidak mereka pahami dan tidak dapat mereka kendalikan, yang mengakibatkan tingkat tekanan emosional yang tinggi.

Penyebab alexithymia

Belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, ada 3 hal yang sering disebut sebagai pemicu alexithymia, antara lain yaitu:

1. Faktor genetik

Faktor genetik atau keturunan dapat menjadi penyebab alexithymia. Meski tidak 100 persen akurat, ini tidak menutup kemungkinan bisa terkena alexithymia bila ada keluarga yang mengalami kelainan tersebut.

2. Kerusakan otak

Bagian otak yang disebut insula anterior bertanggung jawab untuk mengatur kemampuan seseorang dalam hal empati dan emosi. Terjadinya kerusakan pada insula anterior dapat memicu alexithymia pada seseorang.

3. Kondisi mental yang berhubungan

Alexithymia biasanya merupakan tanda bahwa seseorang memiliki gangguan mental. Tetapi, tidak semua orang yang mengalami alexithymia harus didiagnosis dengan gangguan mental yang disebutkan sebelumnya.

Dengan mengetahui gejalanya, bisa diupayakan untuk mendapatkan pertolongan ahli lebih cepat. Selain itu, alexithymia bisa menjadi indikasi adanya gangguan jiwa baik ringan maupun berat pada penderitanya. Jika alexithymia tidak ditangani dengan baik, dapat memperburuk kondisi mental seseorang.

Terapi alexithymia

Alexithymia dapat mengganggu aktivitas sosial. Penderita alexithymia akan kesulitan berinteraksi dengan orang lain karena kebingungan saat harus menunjukkan emosi. Oleh karena itu, kelainan ini harus diobati. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Menemukan akar masalahnya

Untuk dapat mengobati alexithymia, terlebih dahulu menemukan akar masalahnya. Jika memang karena gangguan jiwa, pastikan tidak terjadi bersamaan dengan alexithymia. Dengan identifikasi yang tepat, pengobatan dapat disesuaikan dan menjadi lebih efektif.

2. Minta bantuan psikolog

Penting untuk meminta bantuan psikolog. Sebab, mereka bisa dijadikan jembatan untuk membantu memberikan terapi yang lebih akurat tentang alexithymia yang dialami seseorang.

Biasanya, terdapat 3 jenis terapi yang biasa digunakan, yakni terapi kelompok, terapi bicara, dan terapi kognitif. Ketiganya dilakukan untuk merangsang kemampuan menjelaskan emosi baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image