Kamis 03 Feb 2022 16:52 WIB

Pendidikan Karakter yang (Terasa) Hilang di Masa Pandemi

Ada 18 karakter yang perlu ditanamkan kepada siswa

Mardianti, tenaga pendidik mengajar secara daring di SDN Gunung 05 Mexico, Jalan Hang Lekir V No 53, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/2/2022). Pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan kebijakan untuk memberhentikan PTM di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di DKI Jakarta. Sejumlah sekolah melakukan upaya antisipasi penyebaran COVID-19 dengan penyemprotan disinfektan, melakukan tes usap PCR peserta didik dan tenaga kependidikan juga menggelar Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Mardianti, tenaga pendidik mengajar secara daring di SDN Gunung 05 Mexico, Jalan Hang Lekir V No 53, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/2/2022). Pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan kebijakan untuk memberhentikan PTM di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di DKI Jakarta. Sejumlah sekolah melakukan upaya antisipasi penyebaran COVID-19 dengan penyemprotan disinfektan, melakukan tes usap PCR peserta didik dan tenaga kependidikan juga menggelar Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Republika/Thoudy Badai

Oleh : Aziz Umar

REPUBLIKA.CO.ID, Tak terasa, sudah lebih dari dua tahun Pandemi Covid-19  membuat banyak sektor kehidupan terhenti, salah satunya pendidikan. Sebagai salah satu solusi untuk keberlangsungan pendidikan di masa pandemi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19).

Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran dalam jaringan (daring)/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. 

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini memanfaatkan teknologi untuk memulai sebuah pembelajaran yang diharapkan berjalan dengan baik. Akan tetapi, tidak seperti yang di harapkan. Kebanyakan siswa yang menyalahgunakan teknologi tersebut untuk hal-hal yang tidak ada sangkutannya dengan pembelajaran, contohnya seperti bermain game hingga lupa waktu. Komisi Perlindungan Anak Indonesia bahkan mencatat kecanduan game online sebagai penyebab meningkatnya angka putus sekolah selama pandemi selain empat faktor penyebab yang lain seperti menikah, bekerja, menunggak iuran SPP, dan meninggal.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya bahkan terasa ada yang hilang, yaitu kurangnya pendidikan karakter yang  diharapkan tumbuh di dalam diri siswa. Perlu diketahui pendidikan karakter sangat penting untuk membentuk moral dan akhlak bagi siswa baik terhadap orang tua, guru, atau pun masyarakat lain. Akibatnya jika pendidikan karakter tersebut tidak tertanam dengan baik dalam penggunaan teknologi siswa-siswa akan sulit menyaring tindakan-tindakan yang benar dan salah. Mengikuti tren dari salah satu media sosial yang kurang baik juga penyebab salah satu dari hilangnya pendidikan karakter tersebut. Sehingga terciptalah pola pikir yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia telah diterapkan penanaman nilai-nilai karakter yang membantu menyelaraskan pendidikan tersebut, yaitu melalui pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan, melainkan kesadaraan, dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai karakter tersebut. 

Pendidikan karakter yang pertama kali perlu ditanamkan kepada siswa adalah karakter yang melekat dalam diri siswa. Terdapat delapan belas nilai karakter yang telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai sarana untuk membangun dan menguatkan karakter bangsa melalui Pendidikan. Diantaranya yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Kedelapan belas nilai karakter tersebut tentunya dapat diimplementasikan kedalam muatan pembelajaran. Namun pada kenyataannya, terlebih ketika kita dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kita semua melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) maka yang terjadi adalah penerapan nilai karakter tersebut menjadi agak sulit dilakukan. Sebagai contoh, untuk memupuk nilai kejujuran pun menjadi rancu. Karena dalam mengerjekan soal latihan seringkali siswa mengambil jalan pintas mencari jawaban lewat Google, sehingga bukan proses yang didapatkan namun hasil yang diutamakan, karena hanya mengejar nilai semata. Inilah yang menyebabkan pendidikan karakter sulit diwujudkan dalam pembelajaran daring.

Selain hilangnya pendidikan karakter dalam penggunaan teknologi, juga dapat menyebabkan hilangnya pendidikan karakter di lingkungan dan sekolah, dengan tidak menghormati orang tua, guru, dan orang lain. Hilangnya rasa sopan santun, tidak disiplin, hilangnya rasa saling perduli dan tolong menolong antar sesame. Dampak negatif inilah yang harus kita waspadai, karena jika tidak dilakukan pencegahan secara dini akan mengakibatkan rusaknya mental generasi muda.

Oleh karena itu, diperlukan peran serta guru agar lebih aktif dan kreatif dalam memasukkan nilai – nilai pendidikan karakter walaupun secara sederhana. Tidak perlu banyak – banyak, cukup dua atau tiga nilai karakter saja yang perlu dimasukkan kedalam pembelajaran. Contoh karakter yang dimaksud adalah tanggung jawab dan kejujuran. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya keenam belas karakter yang lain, kedua karakter yang disebutkan di awal merupakan karakter yang perlu untuk diterapkan pertama kali. Alasannya sederhana, karena keduanya sangat dekat dengan keseharian siswa. Jika tanggung jawab dan kejujuran telah tertanam, maka karakter-karakter lain pasti mengikuti.

Mengingat keberlangsungan pembelajaran selama pandemi kurang berjalan maksimal, utamanya dalam menerapkan pendidikan karakter, maka tantangan bagi guru adalah melakukan kontrol dan pengawasan terhadap siswa guna memastikan agar pembelajaran dapat terserap dengan baik. Dikarenakan keterbatasan waktu dan juga kendala jarak, tidak mungkin bagi guru untuk melakukan pengawasan terus menerus kepada siswa. Kita bisa mengadaptasi langkah - langkah yang telah dilakukan negara-negara maju seperti Australia dan Finlandia dalam memaksimalkan proses pendidikan di masa pandemi ini.

Mereka telah melakukan pembelajaran menggunakan metode flip learning dengan memaksimalkan sarana prasarana untuk mendukung suksesnya pembelajaran secara daring. Dengan adanya kerjasama yang baik antara guru, orang tua dan siswa, diharapkan proses pembelajaran akan semakin mudah dan banyak materi yang terserap sehingga menjadikan siswa benar-benar pribadi yang cerdas dan berkarakter kuat sebagai generasi penerus bangsa.

 

Referensi:

https://metro.tempo.co/read/1439449/angka-putus-sekolah-tinggi-saat-pandemi-kpai-karena-menikah-hingga-kecanduan-game-online/full&view=ok 

https://yoursay.suara.com/news/2020/05/16/125316/praktik-pendidikan-pada-masa-pandemi-di-tiga-negara-yang-berbeda 

 

https://www.kompas.com/edu/read/2021/08/25/124559471/harus-bergelar-master-guru-jadi-kunci-sukses-pendidikan-di-finlandia?page=all 

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement